Selasa, 25 Desember 2007

Manifestasi Sifat Al-Hakim Allah Swt.

----------------------------------
Ikhtisar Khutbah Jumah Hazrat Khalifatul Masih V Atba
14 Desember 2007, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK

----------------------------------

Huzur memfokuskan Khutbah Jumah beliau hari ini kepada masalah perwujudan sifat Al Hakim Allah Swt pada diri Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw adalah wujud yang paling paripurna dalam mewujudkan berbagai sifat Allah. Beliau-lah pribadi yang telah berhasil menanamkan berbagai sifat Allah disertai dengan contoh nyata pelaksanaannya.

Beliau adalah kekasih Allah, yang untuk itu Dia menciptakan bumi dan langit; segala perkataan beliau yang berberkat senyatanya membuat seorang mukminin senantiasa memperhatikannya agar dapat mensucikan diri. Huzur membacakan ayat 152 Surah Al Baqarah kemudian menerangkan, ajaran Rasulullah Saw mencakup berbagai nasehat untuk kehidupan dasar sehari-hari manusia hingga solusi untuk berbagai masalah nasional; setiap kata-katanya mengandung hikmah kebaikan. Semua perkataan dan contoh pelaksanaannya tiada lain adalah merupakan penafsiran ayat-ayat Alquran. Contoh model yang telah beliau tunjukkan untuk dapat kita ikuti baik dalam langkah maupun kata-kata. Ayat di dalam Surah Baqarah tadi menyatakan, bahwa segala sesuatu yang beliau telah ajarkan atau laksanakan tiada yang percuma. Karena beliau tidak hanya memerintahkan, melainkan memberikan contoh pelaksanaan semua yang beliau ajarkan. Inilah mengapa sebabnya Allah memerintahkan kita agar mentaati beliau, berusaha mendalami dan memahaminya; yang bahkan seandainya belum memahaminya pun, hendaklah yakin, bahwa semuanya mengandung hikmah kebaikan, yang diperuntukan bagi kebaikan hidup kita juga.


Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: "Semua pengetahuan yang membawa hikmah kebaikan adalah khazanah kaum mukminin yang hilang, maka di manapun engkau temukan, ambillah karena kamu mempunyai hak atasnya."

Huzur bersabda, maka dari manapun pengetahuan atau nasehat bijak berasal, baik itu dari orang yang berlainan agama, tua, muda, kaya, miskin ataupun dianggap awam, terimalah. Jangan sombong menolaknya. Rasulullah Saw bersabda, 'Ada dua jenis manusia yang akan mendapat kemuliaan. Pertama, adalah mereka yang dikaruniai harta lalu membelanjakannya di jalan Allah. Yang kedua, mereka yang dikaruniai pengetahuan lalu digunakannya untuk membuat berbagai keputusan yang baik, atau mengajarkan pengetahuannya kepada orang lain. Huzur bersabda, maka kewajiban orang yang beriman untuk menyebar-luaskan nasehat kebaikan yang mereka miliki.

Rasulullah Saw memuliakan sesuatu pertemuan atau majlis yang membahas perkara kebaikan (na'imul majlis, majlis istimewa); Dan melarang kaum mukminin untuk menghadiri sesuatu pertemuan yang tidak ada hikmah kebaikannya, atau untuk mengolok-olok sesuatu keyakinan agama. Kecuali untuk menjelaskannya. Akan tetapi jika situasinya cenderung tidak baik, tinggalkanlah.

Rasulullah Saw senantiasa berupaya menelaah dan mencari berbagai sumber ilmu pengetahuan bagi kaum mukminin. Sampai-sampai menginstruksikan: Bagi tawanan perang yang dapat mengajari baca tulis 10 orang anak kaum Ansar, akan dibebaskan. Betapa hal ini berlawanan dengan tuduhan [bahwa Islam mengajarkan agresif], nyatanya, beliau tidak memerintahkan agar tawanan perang mengajarkan keahlian mereka berperang kepada pemuda Ansar; melainkan orang yang berilmu manfaatlah yang beliau cari.

Huzur bersabda, hendaklah senantiasa diingat, kini pun berbagai cara dan daya upaya kita untuk memenangkan Islam adalah dengan ilmu dan kebaikan. Maka segala sumber daya yang ada hendaknya ditujukan untuk kegiatan Pertablighan, untuk menebar pengetahuan dan kebaikan, sebagaimana dianjurkan di dalam Surah Al Nahl ayat 126 (16:126). Huzur bersabda, berbagai dialog diskusi hendaknya dilakukan dengan hikmah pengetahuan yang menghargai pendapat pihak lain. Tidak terjebak ke dalam perdebatan yang bersikap mencela. Jika mereka sudah bersikap keras kepala atau tidak menggunakan akal, melainkan emosional belaka, tinggalkanlah. Serahkanlah kepada Allah untuk membimbing mereka.

Hadhrat Safiyya rha, salah seorang istri Rasulullah Saw meriwayatkan, suatu kali Rasulullah Saw menjalani I'tikaf, dan beliau datang ke masjid untuk membicarakan sesuatu hal penting. Setelah selesai, beliau Saw mengantarnya hingga ke depan pintu. Pada saat yang bersamaan, lewatlah dua orang sahabah yang setelah mengucapkan salam, bergegas meninggalkan beliau. Maka Rasulullah Saw segera memanggil mereka untuk menjelaskan bahwa wanita itu adalah Safiyya, istri beliau. Kedua sahabah berkata, Subhanallah ! Mereka percaya kepada Rasulullah Saw, tidak perlu memberikan penjelasan. Tetapi Rasulullah Saw menjawab, untuk menghindari upaya Syetan menyelinap ke dalam hati manusia agar bersyak-wasangka. Sehingga beliau Saw perlu menjelaskannya. Huzur bersabda, adalah jaiz orang berusaha mencegah orang lain agat tidak menjadi berprasangka. Maka pengurus Jemaat pun, sabda Huzur, perlu mengingat hal ini. Seringkali bukan karena perkara-perkara besar orang terjebak ke dalam pertikaian yang tidak perlu, melainkan disebabkan masalah yang tampak sepele. Oleh karena itu penting untuk segera membicarakan sesuatu perkara sensitif dan menjelaskannya dengan cara baik-baik.

Membacakan ayat 28 Surah Al Nur (24:28), Huzur menghubungkannya dengan sebuah Hadith yang mengisahkan seorang sahabah yang mengaku pernah mengintip dari kejauhan Rasulullah Saw yang sedang menyisir . Rasulullah Saw bersabda, seandainya pada waktu itu beliau tahu, serta merta akan mencolok mata orang itu dengan sisir. Kemudian beliau menjelaskan, berdasarkan ayat Quran 24:28 tersebut, dilarang mengintip rumah orang lain tanpa hak.

Menerangkan pentingnya membuat perencanaan (planning) dan persiapan (arrangements), Huzur mengutip sebuah Hadith: Seorang sahabah bertanya kepada Rasulullah Saw, apakah ia harus mengikat unta tunggangannya baik-baik atau membiarkannya berkeliaran karena percaya kepada Allah yang akan menjaganya. Rasulullah Saw menjawab, ikatlah terlebih dahulu untamu baik-baik, baru kemudian percayakan kepada Allah untuk menjaganya.

Diantara beberapa contoh perilaku bijak bestari Rasulullah Saw adalah pada peristiwa Perang Khandak, dimana kemenangan yang sudah ada di tangan berbalik menjadi nyaris kalah dikarenakan kaum Muslimin tidak mengindahkan perintah Rasulullah Saw. Namun kemudian kemenangan itu dapat diraih kembali berkat keputusan yang tepat dan berhikmah dari beliau Saw.

Huzur bersabda, dikarenakan diutusnya Rasulullah Saw adalah untuk seluruh dunia, Allah Swt telah mengaruniai beliau wibawa dan pemikiran bijak bahkan sejak sebelum diangkat menjadi nabi. Contohnya adalah peristiwa penempatan kembali Hajar Aswad (batu hitam yang berada di Ka'bah) setelah selesai dipugar. Peristiwa yang diniatkan sakral-seremonial tersebut nyaris menjadi pertumpahan darah manakala mereka saling bertengkar: Suku mana yang paling berhak melakukannya. Untunglah seorang tokoh di antara mereka mengusulkan: 'Kita serahkan saja kepada orang pertama yang akan lewat di Ka'bah sini nanti'. Sesuai takdir Ilahi, beberapa saat kemudian lewatlah beliau di muka pintu Kabah. Maka mereka pun mempecayakannya kepada beliau untuk membuat keputusan, karena mereka semua sudah maklum kepada pribadi Al-Amin ini. Beliaupun meminta sebuah jubah mantel, kemudian meletakkan batu suci Hajar Aswad itu di atasnya, lalu meminta perwakilan empat suku utama yang saling bertikai untuk memegangnya di tiap ujung, dan membawanya bersama-sama ke dekat Ka'bah. Lalu beliau sendirilah yang menempelkannya ke dinding. Lihatlah, untuk mendinginkan saat genting yang memerlukan keputusan tepat dan cepat, sungguh diperlukan buah pikiran yang bijak bestari sebagaimana contoh yang beliau telah perlihatkan.

Satu contoh kebaikan Rasulullah Saw lainnya, Huzur menyampaikan, suatu kali Rasulullah Saw mengirim pasukan ke Najad, dan berhasil menawan salah seorang tokoh dari Banu Hanifa yang bernama Thumamah bin Athal [penjahat perang] sebagai tahanan. Para sahabah mengikatnya di tiang Masjid Nabawi. Rasulullah Saw berkenan menemuinya, dan bertanya: 'O Thumamah, sampaikanlah kepadaku sesuatu yang dapat meringankan hukumanmu ?' Ia menjawab: 'Aku berharap; jika tuan menghukum mati diriku, begitulah adanya, tuan telah menghukum seorang pembunuh. Namun jika tuan berkenan memberiku sedikit harapan, berarti tuan membahagiakan orang yang akan memuliakan kebaikan. Jika tuan menginginkan sesuatu harta benda sebagai tebusannya, tuan akan memperolehnya sebanyak yang tuan inginkan (kaumnya akan memberikan). Rasulullah meninggalkannya. Keesokan harinya beliau Saw menemui dan menanyai Thumamah kembali. Ia menjawab, ia telah menyampaikannya kemarin; 'Jika tuan berkenan mengampuni hamba, berarti tuan membebaskan seseorang yang akan memuliakan kebaikan yang diberikan kepadanya'. Rasulullah Saw membiarkannya terikat di situ. Pada hari ketiga, beliau Saw mendatanginya lagi, dan bertanya lagi: 'O Thumamah, apa kemauanmu sekarang ?'. Ia menjawab, ia telah menyampaikannya sebagaimana kemarin. Maka Rasulullah Saw pun membebaskannya.

Thumamah kemudian pergi ke sebuah kebun kurma. Berwudhu dan mandi membersihkan diri, lalu masuk ke masjid untuk berbaiat mengucapkan Dua Kalimah Syahadat. Setelah selesai, ia berujar: 'O Muhammad [Saw], demi tuhan, aku pernah membenci wajah tuan sebagai yang paling kubenci di dunia. Tetapi kini, hanya wajah tuanlah yang paling hamba cintai. Demi tuhan, aku pernah membenci agama tuan. Namun kini, missi agama yang tuan bawa-lah yang paling hamba yakini. Demi tuhan, aku pernah tidak suka kepada tempat tuan bermukim, namun sekarang, inilah tempat berberkat yang paling hamba cintai. Kini, hamba ingin ber-Umrah, namun para pengawal tuan agaknya akan menahan hamba. Bagaimana tuan ?'. Maka Rasulullah Saw pun mengucapkan selamat kepadanya yang telah masuk Islam, lalu memerintahkan penjaga untuk membiarkannya pergi ber-Umrah sambil meyakinkan dirinya, bahwa Allah akan menerima amal ibadahnya. Ketika ia sampai di Mekkah, orang-orang bertanya kepadanya apakah ia kini sudah menjadi orang Sabii ?. Ia menjawab: 'Tidak, aku telah beriman kepada Muhammad, sebagai Rasul Allah.

Huzur kemudian menyampaikan kisah yang berkaitan dengan peristiwa Fatah Mekkah. Setelah Mekkah jatuh ke tangan kekuasaan Rasulullah Saw, para sahabah membawa Abu Sufyan sebagai tahanan ke hadapan Rasulullah Saw, yang kemudian bertanya, apa pengharapannya. Ia menjawab, kemuliannya kini telah hilang sirna di mata kaum Mekkah. Khususnya lagi karena ia adalah kerabat keluarga Rasulullah Saw, dan telah masuk Islam. Maka Rasulullah Saw pun [setelah ia baiat] memerintahkannya untuk mengumumkan kepada kaum Mekkah, barang siapa yang datang berlindung di rumah Abu Sufyan akan diampuni. Abu Sufyan menjawab: tetapi rumahnya terlalu kecil. Rasulullah Saw segera memerintahkan barang siapa yang datang ke Ka'bah dijamin akan memperoleh keamanan. Abu Sufyan berkilah lagi, Ka'bah pun masih tidak cukup lapang untuk menampung seluruh kaumnya yang akan bertobat. Rasulullah Saw menjawab, mereka yang berlindung di rumahnya masing-masing dan mengunci semua pintu jendelanya akan dikategorikan pengungsi [yang akan diampuni]. Abu Sufyan masih juga berkilah: Bagaimana halnya mereka yang tunawisma ?. Maka Rasulullah Saw meminta sebuah tiang bendera. Mengikatkan bendera Islam di atasnya, lalu menamakannya sebagai pataka Bilal, kemudian memberikannya kepada Abu Ruwaiha yang telah mengikat tali persaudaraannya dengan Bilal. Rasulullah Saw mengumumkan: 'Barang siapa yang berada di bawah bendera pataka Bilal akan diampuni. Maka Abu Sufyan sebagai pemuka Mekkah mengumumkan kepada kaumnya agar menutup seluruh pintu jendela rumah mereka, lalu datang berbaris sambil membawa seluruh persenjataan mereka ke Ka'bah, dan melemparkan nya ke bawah pataka Bilal [sebagai tanda menyerah].

Hikmah mulia di balik peristiwa pengampunan massal ini adalah pilihan Rasulullah Saw untuk menamai panji bendera Islam tersebut sebagai Pataka Bilal. Bukan nama beliau sendiri, bukan nama Hadhrat Abu Bakar, tidak nama Hadhrat Umar, tidak Hadhrat Utsman maupun nama Hadhrat Ali r.a., ataupun sesuatu nama pemimpin besar Islam lainnya. Hikmah yang mendalam di balik keputusan beliau Saw ini adalah, semua kaum Mekkah mempunyai tali kekeluargaan satu sama lain. Meskipun mereka [yang telah menjadi Muslim] sudah meminta Rasulullah Saw untuk membalas dendam terhadap kejahiliyahan kaum Mekkah yang tiada tara itu, tetap saja mereka akan merasa was-was terhadap nasib sana-keluarga mereka masing-masing. Hanya satu orang yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan adalah Hadhrat Bilal r.a.. Dan beliau ini jugalah yang mengalami berbagai penganiayaan paling berat di tangan kaum Mekkah. Namun, ketika Fatah Mekkah, Rasulullah Saw memutuskan, barang siapa yang berada di bawah Pataka Bilal akan mendapat keamanan. Maka para tokoh Mekkah sekalipun – yang pernah menyiksa Hadhrat Bilal r.a. (sewaktu menjadi budak belian) – bergegas berdiri bersama seluruh keluarga mereka, di bawah Pataka Bilal untuk memohon perlindungan. Peristiwa ini merupakan contoh pengampunan yang paling istimewa dalam sejarah kemanusiaan. Huzur mengingatkan, hal ini karena ketawakalan dan kesabaran Hadhrat Bilal r.a. yang tinggi. Dan keputusan beliau Saw itu pun sekaligus menunjukkan, bahwa tiada yang perkasa dan bijaksana selain Tuhannya Muhammad Saw dan Bilal r.a., yang adalah Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Keputusan ini membawa pesan abadi bahwa hanya Allah-lah Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, sekaligus deklarasi global yang efektif, bahwa sejak itu Rasulullah Saw menghapuskan perbudakan. Hal ini pun membawa pesan hikmah kepada figur Hadhrat Bilal r.a., meskipun awalnya beliau orang yang tampak lemah dari segi duniawi, namun setelah menerima kebenaran Islam, beliau berkesempatan untuk meneguhkan keimanannya, dan mengajak manusia kepada Islam. Dan mereka yang mengalami penderitaan seperti beliau sebagai konsekwensinya, hendaknya bertawakal kepada Allah sebagaimana contoh beliau. Dengan karunia Allah Swt, demikianlah yang telah terjadi.

Huzur bersabda, kaum Ahmadi hendaknya menyadari bahwa InshaAllah peristiwa semacam ini akan terulang kembali. Kita tidak akan melayani berbagai penganiayaan dengan kekerasan yang sama. Melainkan justru kita akan mengulangi keberkatan sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. Para penentang bepikir mereka dapat terus berulah. Namun waktu akan menunjukkan, pihak mana yang benar dan mana yang bathil. Kita sudah menyampaikan kepada para penentang, agar menahan diri. Kembalikanlah perkaranya kepada Allah Swt. Mintalah petunjuk kepada-Nya. Penganiayaan mereka tidak akan berlangsung lama. Justru berbagai peristiwa berberkat semacam dulu itulah yang akan akan kembali berulang. InshaAllah waktunya tidak akan lama lagi.

Huzur menutup Khutbah beliau dengan berita duka sehubungan dengan disyahidkannya seorang pemuda Ahmadi di Sheikupura, Pakistan, yang bernama Humayun Waqqas Sahib. Almarhum telah disyahidkan oleh seseorang yang tak dikenal. Almarhum adalah seorang anggota Jama'at yang aktif. Tak diragukan lagi, darahnya yang telah membasahi tanah kelahirannya akan menyuburkan perubahan besar. Namun, para penentang hendaknya ingat untuk mengambil pelajaran, agar mereka terhindar dari kehinaan. Huzur mendoakan semoga Allah meninggikan derajat maqom Jannah almarhum, dan memberikan kesabaran dan ketawakalan kepada keluarga yang ditinggalkan. Huzur akan mengimami shalat jenazah gaib, bada shalat Jumah.

transltByMMA/LA121607; Edited byMP.BudiR/MarkazJAI

Please note: Department of Tarbiyyat, Majlis Ansarullah USA takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...