Kamis, 13 Desember 2007

Khutbah Huzur V Atba, 7 Des 2007

Sifat Al-Hakim Allah Swt.

Ikhtisar Khutbah Jumah Hazrat Khalifatul Masih V Atba

7 Desember 2007, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK

Huzur menerangkan sifat Al Hakim (The Wise, Maha Bijaksana) Allah Swt pada Khutbah Jumah beliau ini. Huzur bersabda, beliau telah menyampaikan Khutbah pada beberapa kali Jumah lalu yang berkaitan dengan sifat Al Aziz (Maha Gagah Perkasa), bahwa separuh dari semua ayat Alquran yang mengemukakan sifat Al Aziz senantiasa terkait dengan sifat Al Hakim. Oleh karena itu, manakala membahas sifat Al Aziz, sifat Al Hakim pun sedikit-banyak sudah termasuk.

Menurut kamus Arab lexicon, Al Hakim adalah Wujud yang memiliki hikmah kebijaksanaan, yang mengandung arti bermaksud ke arah yang paling afdhol, didasari ilmu-Nya yang terbaik, baik dari segi penciptaannya, sifat-sifatnya maupun statusnya, dlsb..

Di dalam sebuah Hadith, Alqur'an pun disebut Hakim (Yang Mengadili); artinya, Kitab yang memutuskan. Akan tetapi dikarenakan taqwa (mutaqin) adalah prasyarat untuk memahami petunjuk di dalamnya, maka orang yang mencari hikmah petunjuk di dalam Alquran perlu memiliki sifat "hakim".

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, ada perbedaan yang sangat besar dalam mencari ilmu lahiriah dengan ilmu Alquran. Karena faktor taqwa tidak dipentingkan dalam mencari ilmu duniawi; Tak perlu pula memeriksa ucapan dan perbuatan diri apakah sudah selaras dengan perintah Allah atau tidak, dalam mencari ilmu duniawi. Sehingga, semakin mereka menguasai ilmu duniawi, boleh jadi semakin atheis-lah mereka. Tengoklah Eropa dan Amerika yang telah banyak menghasilkan berbagai penemuan baru dalam pengetahuan duniawi; namun keadaan rohani mereka sungguh rapuh. Sebaliknya, untuk mencari ilmu agama, manusia dituntut untuk memilki sikap tawadhu (rendah hati). Alqur'an adalah Kitabullah, yang ilmu hikmahnya berada di tangan Allah. Dan taqwa adalah tangga untuk dapat meraih ilmu-Nya ini. Nyata kini, dunia terus bergelimang pada pengetahuan duniawi yang dicirikan dengan adanya berbagai penemuan baru yang mencengangkan bagi kehidupan modern. Sementara kaum Muslim yang terpaku pada ilmu tarekat mereka yang kolot, terjebak ke dalam polemik masalah grammatika dan cara pengucapan beberapa ayat Quran tertentu.

Hadhrat Imam Raghib mendefinisikan Hikmah' atau kebijaksanaan dengan: 'mencapai tahap kebenaran melalui ilmu dan akal. Dan penerapannya yang berkaitan dengan Allah, adalah penelaahan mendalam mengenai hakekat wujud-Nya, sesuai pemahaman orang per-orang. Manakala Allah dirujuk kepada kata hakim, tidak serta merta sama demikian artinya secara harfiah. Melainkan sebagaimana yang tercantum di dalam Surah Al Tin,

(..alaysallaahu bi ahkamil haakimiin..),

yakni jauh lebih mulia, ialah 'Tidakkah Allah adalah Hakim Yang Maha Adil ?', (95:9).


Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda, salah satu arti kata Hakim adalah 'berpengetahuan (sarjana)'; Arti lainnya adalah adil/bijaksana. Yakni, orang yang melaksanakan segala pekerjaannya dengan sempurna. Tak ada yang mampu mengacaunya.

Membacakan ayat 31 hingga 33 Surah Al Baqarah, Huzur menerangkan, ayat-ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa para malaikat mengakui imu mereka hanya apa yang diajarkan Allah saja; tak dapat melampaui-Nya, karena hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana. Mereka menyadari, pertanyaan yang mereka ajukan sehubungan dengan rencana Tuhan akan menjadikan khalifah di muka bumi hanya akan menimbulkan keonaran. Huzur bersabda, mengamati berbagai peristiwa di dunia saat ini, pertanyaan para malaikat tersebut ada benarnya sesuai pandangan mereka. Akan tetapi, naudzubillah, pengetahuan mereka bukan berarti melebihi Allah. Karena Allah kemudian menukas, bahwa wakil/khalifah-Nya di bumi bukanlah penyebab kekacauan tersebut. Tanggung jawab terjadinya pertumpahan darah di kalangan manusia yang dirisaukan para malaikat, tidak berada di pihak Adam. Melainkan pengaruh luar atau kesalahan yang berada di dalam diri manusia itu sendiri. Seorang Khalifatullah hanya mengajarkan amar ma'ruf. Tetapi pengaruh buruk dari luar ataupun dari dalam diri manusia-lah yang menyebabkan timbulnya pertikaian. Semua rasul Allah harus menghadapi tantangan yang sama. Karena Adam adalah wakil Tuhan di muka bumi, meskipun keonaran timbul, berbagai karunia sifat Allah pun ada besertanya.

Adam pun menyatakan bahwa orang yang mutaqin tak mungkin ada jika tanpa ujian keburukan. Skenario ini menyajikan adanya pilihan kepada kebaikan atau keburukan; suatu kemampuan yang tak diberikan kepada malaikat. Kemudian Huzur mengutip sebuah syair Urdu, yang artinya: "Lebih afdhol jadi insan daripada malaikat; namun diperlukan usaha yang gigih"

Huzur bersabda, para malaikat berseru pada setiap rasul Allah diutus, bahwa ilmu mereka terbatas, sedangkan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Huzur bersabda, mereka yang kini pun mengajukan berbagai keberatan dan menolak fakta yang sudah nyata, bahwa Allah telah mengutus seorang hamba pilihan-Nya pada setiap abad untuk menebar amar ma'ruf, pada hakekatnya mereka itu berkeberatan terhadap Sunatullah yang sudah berlangsung sejak dahulu kala.

Huzur bersabda, jika ayat-ayat Quran ini ditelaah lebih mendalam, maka orang akan menyadari, kaum malaikat memiliki ilmu yang terbatas, sedangkan manusia dapat meningkat terus sesuai dengan kapasitas yang Allah berikan.

Menerangkan lebih lanjut topik pembahasan, Huzur bersabda, seseorang yang telah memperoleh ilmu dan hikmah dari Allah Swt, adalah hakim, meskipun ia tak sekuat seperti yang dibayangkan pandangan duniawi. Manusia tak dapat mencapai ilmu ma'rifat yang sempurna sebagaimana Allah Swt. Inilah yang membedakan sifat Allah dengan sifat manusia.

Membacakan ayat 261 Surah Al Baqarah, Huzur bersabda, para mufasirin pada umumnya menafsirkan ayat ini secara harfiah. Sedangkan Hadhrat Muslih Maud r.a. menerangkan, ketika Hadhrat Ibrahim a.s. bertanya kepada Allah mengenai 'menghidupkan yang mati', Allah berfirman kepada beliau: 'Ambillah 4 (empat) ekor burung, lalu jinakanlah mereka"; Hal ini mengandung arti: Didiklah dengan akhlakul karimah ke-empat anak cucu beliau, yakni Ismail, Ishak, Jakub dan Jusuf. Dua di antara mereka (Ismail dan Ishak) mendapat didikan langsung dari Hadhrat Ibrahim a.s., sedangkan dua lainnya secara tidak langsung. Adapun bukit di dalam ayat ini merujuk kepada tingkatan rohani yang tinggi. Tambahan lagi, ayat ini pun mengandung hikmah, 'Kebangunan Rohani" akan terjadi dalam 4 (empat) masa. Yakni, Pertama, melalui seruan Nabi Musa a.s.; Kedua, melalui kedatangan Isa a.s.; Ketiga, dengan diutusnya Rasulullah Muhammad Saw; dan Ke-empat adalah dengan diutusnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. beserta dengan jamaahnya, Jemaat Ahmadiyah, yang niscaya akan membuat Hadhrat Ibrahim a.s bersuka-cita. Karena inilah gambaran perwujudan sifat Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Maka semua ini menempatkan kita ke dalam suatu tanggung jawab besar untuk senantiasa lekat dengan ajaran mulia ini, yang dapat dicapai dengan cara menjalani hidup taqwa. Sehingga kita menjadi saksi adanya kehidupan rohani setelah mengalami kematian.


Membacakan ayat 115 Surah Al An'am (6:115) Huzur bersabda, adalah harus menjadi tanggung jawab beban setiap orang yang beriman, tak peduli penderitaan apapun yang mereka alami. Kita tidak memerlukan bantuan duniawi dari seorang pun, karena Allah adalah Hakim yang paling afdhol; Maha Bijaksana. Yang telah memberikan pesan tabligh yang sempurna kepada kita. Oleh karena itu, jika keputusan makruf Allah berada di pihak kita, maka kita tak peduli apakah sesuatu pemerintahan atau badan legislatif mereka akan memaksakan sesuatu undang-undang yang buruk. Sebaliknya, apabila Tuhan kita telah memutuskan sesuatu yang baik bagi kita, maka kita pun tidak memerlukan suatu penengah kekuatan duniawi (arbitrator).

Kini, kita semakin haqul-yaqin, bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani adalah Imam Mahdi yang sejati – Kitabullah sudah menegaskan, bahwa Al-Masih Akhir Zaman akan berasal dari kalangan ummah [Islam]; maka apa haknya sesuatu badan legislatif suatu pemerintahan ingin menyamai dekrit Allah Taala, Hakim Yang Terbaik ? Sesungguhnya, berbagai macam penderitaan kita-lah yang akan sirna, tergantikan oleh kemenangan yang nyata. Kita tak peduli dengan berbagai fatwa mereka yang mubazir, yang hanya mejauhkan manusia dari jalan taqwa. Allah adalah sungguh Hakim Yang Maha Adil, yang berdasarkan keputusann-Nya, kita yakin dengan seyakin-yakinnya kepada segala amanat yang dibawa oleh Hadhrat Rasulullah Saw; yang akan terus berlangsung hingga hari kiamat.

Huzur bersabda, akhir-akhir ini MTA (Muslim Television Ahmadiyya) terus menerus menyiarkan seri tayangan perbincangan dengan Maulana Dost Muhammad Syahid Sahib, ahli sejarah Ahmadiyah, yang mengupas berbagai fakta dibalik Peristiwa 1974 di Pakistan. Senyatanya, mereka pihak lawan tidak memiliki dasar [untuk mengajukan keberatan terhadap Islam Ahmadiyah]. Mereka tidak dapat menjawab, dan selamanya tidak akan mampu.

InshaAllah, hanya Jemaat Ahmadiyah-lah yang senantiasa berjalan menapaki 'shiratal-mustaqim', yang akan menjadi saksi nyata perwujudan berbagai sifat Allah Swt, yang akan terus menyebar ke seluruh dunia. Amin !

transltByMMA/LA121207; Edited byMP.BudiR/MarkazJAI

Please note: Department of Tarbiyyat, Majlis Ansarullah USA takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...