Rabu, 04 November 2009

Sifat Al-Wali Allah Taala (bagian 2)

Allah Taala mengingatkan kaum mukminin, kaum kafirin maupun musyrikin di dalam Al Qur’an Karim dengan firman-Nya sebagai berikut(*):

 لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ


yang artinya, ‘Untuk dia, rasul itu, ada pergiliran malaikat-malaikat di hadapannya dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah telah berkehendak untuk menghukum suatu kaum, maka tiada yang dapat menghindarkannya, dan tiada bagi mereka penolong selain dari Dia.’ (Surah 13 / Ar Rad : ayat 12)


Huzur menerangkan, Allah Taala menegaskan adanya empat aspek di dalam ayat ini, ialah, a) Allah Taala melindungi para hamba-Nya yang sejati dengan tangan-Nya, b) Ia memutuskan nasib suatu kaum sesuai dengan perilaku mereka, c) Jika Alla Taala telah memutuskan suatu kaum patut dihukum, maka tak ada suatu kekuatan lain yang sanggup untuk mencegahnya, dan d) Hanya Allah-lah Penolong dan Sahabat yang sejati.

Menerangkan tafsir ayat pertama, ‘Lahu mu'aqqibatum-minbaini yadayhi wa minkhalfihi yahfadhuu nahu min amrillah…’, yang artinya, ‘Untuk dia, rasul itu, ada pergiliran malaikat-malaikat di hadapannya dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Huzur bersabda, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis, Allah Taala telah merancang berbagai macam bentuk penjagaan yang terbuka maupun yang tertutup untuk melindungi para hamba-Nya yang sejati. Para [malaikat] penjaga ini utamanya untuk melindungi para rasul Allah; dan yang paling utama adalah perlindungan terhadap Rasulullah Saw.

Sejak lahir, beliau adalah insan yang paling dicintai Allah; dan sejak itupula hingga wafatnya, Allah Taala telah menunjukkan cara-Nya betapa Dia melaksanakan amar-Nya sebagaimana yang tecantum di dalam ayat tersebut. Masa kehidupan beliau di Makkah yang penuh bahaya diketahui luas oleh umat manusia: Betapa Allah Taala telah nyata menolong beliau dalam setiap langkah.

Surah Al Quran yang namanya diambil dari ayat ke-12 (Ar-Rad, atau the Wrath) ini, diwahyukan pada periode Makkah, yakni ketika keaniayaan kaum kufar sudah diluar batas. Kita pun mendapatkan contoh yang sangat jelas dan luar biasa pada peristiwa Perang Badar, yakni betapa Allah Taala telah menunjukkan pertolongannya secara terbuka maupun tertutup kepada Rasulullah Saw.

Amir bin Tufail adalah salah seorang pemuka kaum musyrik yang suatu kali mendatangi Rasulullah Saw, dan berkata, jika ia baiat masuk Islam, dapatkah dirinya menjadi Khalifah ? Rasulullah Saw menjawab, karunia Khilafat tak akan pernah datang kepada orang yang menuntut suatu prasyarat tertentu ataupun menuntut kaumnya untuk itu.

Tufail yang menjadi berang mengancam Rasulullah Saw, bahwa ia akan membawa pasukan kavalerinya yang terlatih – nau'dzubillah - untuk menghabisi beliau Saw.
Rasulullah Saw segera menjawab, Allah Swt akan menggagalkan rencanamu ! Amir bin Tufail pun menyingkir bersama salah seorang sekutunya sambil mengatur siasat bagaimana caranya membunuh Rasulullah Saw. Tak lama kemudian, mereka kembali. Sementara sekutunya itu mencoba menarik perhatian Rasulullah Saw dengan cara berbasa-basi di hadapan beliau, Amir bin Tufail yang berdiri di belakang Rasulullah Saw segera mencabut pedang panjangnya. Namun, ketika akan ditebaskan, seketika itu juga gerakan ototnya terhenti. Tubuhnya menjadi kaku tak bisa digerakkan. Rasulullah Saw segera menoleh ke belakang dan menyaksikan adegan tersebut [sekaligus segera menguasai pedang itu]. Namun kemudian membiarkan mereka untuk melarikan diri. Akan tetapi, sekutunya itu kemudian tewas disambar petir. Sedangkan Amir bin Tufail mati oleh penyakit kulit carbuncles, yakni borok-borok besar di beberapa bagian tubuh.

Masih banyak lagi peristiwa yang memperlihatkan betapa Allah Taala menolong Rasulullah Saw dengan penjagaaan-Nya yang khas melalui para malaikat-Nya. Allah Taala menjanjikan perlindungan-Nya ini ketika Rasulullah Saw masih tinggal di Makkah. Namun, ketika beliau sudah berhijrah ke Madinah pun demikian,
Allah Taala lebih lanjut berfirman:
وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ‌ۗ
‘…Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia…’ (5:68).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, adalah suatu tanda adanya mukjizat yang besar, Rasulullah Saw tidak dapat dibunuh oleh siapapun. Karena sesungguhnya telah tercantum di dalam berbagai Kitab Suci terdahulu, bahwa Rasul yang akan datang itu tidak dapat diperdayai oleh kekuatan siapapun.

Huzur bersabda, kata-kata, ‘...min amrillah, yang artinya, ...atas perintah Allah’, di dalam ayat 12 Surah Ar Rad tersebut mengandung hikmah, bahwa disamping mengerahkan kekuatan para malaikat-Nya yang kasat mata, Allah Taala pun menggerakkan qalbu kaum mukminin untuk setiap saat bersedia mengorbankan segala sesuatu demi untuk Rasulullah Saw. Semangat pengorbanan yang tinggi ini timbul sebagai buah keimanan mereka terhadap kebenaran Rasulullah Saw. Ketika kebanyakan masyarakat pada waktu itu berserikat atas dasar niat buruk mereka, atau demi mencari keuntungan bersama, atau karena ketakutan akan sesuatu; namun para sahabah Rasulullah Saw tidaklah demikian. Mereka berjamaah untuk melindungi Rasulullah Saw berdasarkan keimanan di dalam qalbu mereka yang digerakkan Allah Swt, dan mereka melaksanakannya demi untuk mendapatkan keridhaan Ilahi. Begitulah cara Allah Taala merancang perlindungan-Nya bagi Rasulullah Saw yang teristimewa dibandingkan kepada yang lain. Namun, hal ini sebenarnya berlaku pula untuk semua insan. Contohnya adalah, ketika manusia bernafas dengan cara menghirup udara, sebenarnya sudah terkontaminasi oleh berbagai jaram (germs) kuman penyakit infeksi. Tetapi Allah Taala telah menciptakan sistem pertahanannya di dalam setiap tubuh manusia untuk menangkalnya. Dan pada saat tertentu yang diperlukan, Allah Taala memperlihatkan perlindungan dan penjagaan-Nya yang khas melalui berbagai sarana kekuatan-Nya bagi para waliullah yang sejati, untuk para rasul-Nya dan Jamaah mereka.
Pada zaman sekarang ini, kita menyaksikan bagaimana Allah Taala menunjukkan berjangkitnya wabah ta'un (penyakit pes) sebagai salah satu tanda kebenaran Hadhrat Masih Mau'ud a.s., dan para anggota Jamaat beliau pun diselamatkan.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis di dalam buku beliau, ‘Khisti Nuh’ (atau 'Bahtera Nuh'): ...dengan segala hormat disampaikan kepada pihak pemerintah (Inggris, pada waktu itu), seandainya tidak ada wahyu Ilahi yang melarang Jamaat untuk divaksinasi anti wabah penyakit pes, tentulah Jamaat akan menjadi barisan pertama yang bersedia untuk itu.

Beliau a.s. menjelaskan, larangan Ilahi tersebut bermaksud bahwa Allah Taala telah berkenan untuk memperlihatkan satu tanda sifat Rahimiyyat-Nya kepada Jamaat ini dengan cara menyelamatkan mereka semua dari wabah penyakit ta'un. Dunia menyaksikan, meskipun wabah tersebut mengganas selama lima hingga enam tahun, namun dengan karunia Allah, semua orang Ahmadi selamat.

Adalah perlindungan Allah Taala yang membuat manusia dapat bertahan menghadapi berbagai tragedi kehidupan mereka seperti kehilangan harta benda, kematian anak cucu maupun martabatnya. Jika tidak, manusia dapat menjadi tak waras disebabkan beratnya menghadapi cobaan hidup. Inipun merupakan salah satu cara Allah Taala melindungi manusia. Setengah orang tak sanggup menghadapi berbagai cobaan ataupun kerugian, sehingga berdampak berat kepada diri mereka; bahkan ada sebagian di antara mereka yang menjadi atheis. Ilustrasi ini berfaedah untuk menghargai karunia dan berkat Allah Swt ini, yang jika tidak ada, tentulah kehidupan normal tidak akan berjalan. Jika musibah datang, orang mukmin sejati akan mengucapkan,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ
‘Sesungguhnya, kami semua adalah milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami akan kembali.’ (2:157).

Maka, sebagai pahalanya mereka pun mendapatkan berbagai karunia Allah dan dilindungi dari pengaruh buruk ujian dan cobaan hidup. Berdasarkan hukum alam, seluruh manusia - baik mukminin maupun non-mukmin dilindungi oleh Allah. Hal ini mengandung pelajaran bagi yang non-mukmin, yakni, bila mereka melampaui batas dalam kedegilan mereka, maka Allah pun tidak akan memperdulikan mereka lagi, sehingga mereka pun hancur.

Allah Taala berfirman di dalam ayat tersebut, ‘...innallaha laa yughayyiru maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bi-anfusihim..., yang artinya, Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka, hal ini mengandung hikmah bahwa Allah Taala tidak akan mengubah takdir orang-orang mutaqin agar mereka tetap menjadi pewaris berbagai macam karunia Ilahi. Selama mereka bertaqwa dan memuliakan haququllah dan haququl ibad, serta menjaga ketaqwaan pribadi mereka maupun Jamaatnya, niscaya mereka tetap akan mendapat berbagai keberkatan dari Allah Taala.
Karunia Allah Taala akan lenyap manakala alih-alih menjadikan Allah sebagai Sahabat, malah langkah-langkah Syaitan yang diikuti. Berbagai keburukan dan kejahiliyahan diamalkan sedemikian rupa, sampai-sampai mereka pun saling membunuh atas nama agama. Inilah tanda Allah Taala telah mencabut perlindungan dan penjagaan-Nya atas mereka.

Bagian dari ayat Al Quran tersebut bukan berarti Allah Taala tidak memelihara mereka yang berperilaku buruk, melainkan, Allah tidak merubah nasib mereka yang mutaqin jika tidak mereka sendiri yang memahrumkan berbagai karunia-Nya dengan cara beramal buruk. Jika sejarah dilihat dengan kaca mata rohani, hal ini benar adanya. Al Qur’an Karim menyatakan, apabila berbagai keburukan telah meraja lela maka perlindungan dan penjagaan Allah Taala pun lenyap. Pernyataan Kalimah Syahadat tidak berarti menjadikan seseorang langsung mendapatkan perlindungan dan penjagaan Ilahi yang khas, selamanya. Melainkan, setelah beriman, menuntut syarat untuk beramal shalih nahi munkar. Inilah yang perlu difikirkan oleh kaum Muslimin; khususnya di negara-negara yang tingkat penganiayaannya [terhadap kaum Ahmadi] tengah meningkat. Perkara berikutnya yang diingatkan oleh ayat ini adalah yang menyangkut nasib negara Pakistan yang khususnya memerlukan tobat dan memohon ampun terkait dengan ayat ini,
‘...wa idzaa aradallahu bi-qaumin suu'an falaa maraddalahu…’, yang artinya, ...dan apabila Allah berkehendak untuk menghukum suatu kaum, maka tiada yang dapat menghindarkannya.
Ayat ini menegaskan segera memperbaiki diri sangat diperlukan sebelum sesuatu hukuman Allah Taala datang menerjang; seandainya bangsa [negara Pakistan] tersebut menyadari hal ini.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s bersabda kewajiban pertama orang yang ingin membebaskan dirinya dari berbagai macam kesusahan dan kemalangan adalah mengadakan inqilabi haqiqi (revolusi rohani) di dalam dirinya. Jika hal ini telah dapat dicapai maka niscaya berbagai macam karunia Allah Taala pun datang sesuai dengan janji-Nya.

Huzur bersabda, perkara ini sangat penting untuk didalami, seiring dengan usaha untuk bertobat memohon ampunan-Nya. Kaum Ahmadi hendaknya berusaha untuk itu, sekaligus meyampaikannya kepada kaum Muslimin di sekitar mereka, agar mereka pun memahaminya.

Lalu ayat Al Quran tersebut diakhiri dengan kata; ‘…wa maa lahum min duunihii miw-walii, yang artinya, dan tiada bagi mereka penolong selain dari Dia.’ Artinya, jika tak ada lagi pihak yang dapat menolong kita, maka siapa lagi yang dapat mengawasi kita dari berbagai kejahatan. Maka Allah itu perlu dicari. Jika Salat dilaksanakan; Puasa dikerjakan; dan puluhan ribu orang pergi Haji namun tak ada tanda-tanda perbaikan diri, maka itu sudah merupakan isyarat telah terjadinya kemerosotan akhlak di dalam bangsa tersebut. Dan tentu saja telah terjadi kekurangan di dalam peribadatan mereka. Semoga Allah membuat umat ini dapat memahami perkara ini, kemudian bertobat kepada-Nya dengan hati yang penuh ikhlas.

Allah Taala menerangkan perkara ini di dalam Surah Al Anfal,
ذَٲلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمۡ يَكُ مُغَيِّرً۬ا نِّعۡمَةً أَنۡعَمَهَا عَلَىٰ قَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِہِمۡ‌ۙ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬
‘Yang demikian itu adalah karena Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.’ (8:54).

Allah Taala tidak pernah menarik kembali berbagai karunia-Nya yang telah diberikan, melainkan, manusia-lah yang mencampakkannya melalui keburukan akhlak dan tidak bersyukur. Al Qur’an tidak hanya menceritakan dongeng masa lalu, melainkan juga sebagai pelajaran besar bagi kaum Muslimin agar waspada akan nasib dirinya, serta mensyukuri berbagai karunia besar yang telah diberikan Allah kepada mereka.

Allah Taala berfirman,
وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى
yang artinya, ‘… dan telah Ku-lengkapkan nikmat-Ku atasmu…’ (5:4).
Nikmat karunia Allah yang diberikan kepada kita ini adalah dalam bentuk Al Qur’an Karim yang kita diperintahkan untuk mempraktekan semua ajaran di dalamnya. Jika kita dapat melaksanakan hal ini, tentulah kita akan dapat membangun jiwa ketaqwaan, sekaligus memperoleh janji perlindungan-Nya, sehingga jadilah Allah sebagai Maula (Pelindung) yang sejati.

Apakah mereka orang-orang Muslim tersebut tetap tidak sadar mengapa mereka kini dimahrumkan dari berbagai karunia Allah yang terkait dengan suatu kaum yang khas yang dinyatakan di dalam Al Qur’an sebagai berikut,
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ
‘Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi untuk kebaikan umat manusia…’ (3:111).
Mereka memang dimahrumkan karena mereka telah saling baku bunuh. Beberapa hari yang lalu terjadi ledakan bom di Peshawar yang digerakkan dari jarak jauh (remote-controlled). Ada pula bom bunuh diri yang juga ikut menewaskan banyak orang, termasuk orang-orang Ahmadi dengan mengatas-namakan agama. Apa maksudnya khair (atau baik) dalam kaitan ini ? Ini semua adalah tanda-tanda nyata yang perlu difikirkan serius, dan juga diperbaiki dengan berbagai cara. Jika tidak, maka keputusan final Allah Taala pun datang mendera, dan tak ada seorang pun yang dapat menghalang-halanginya.

Bercermin kepada orang lain dapat menjadi sumber perbaikan diri. Kaum Ahmadi hendaknya senantiasa eling, mawas diri dan memperbaiki diri agar tetap berada di jalan yang lurus. Awasilah akhlak diri sendiri; syukurilah atas segala karunia yang Allah telah berikan. Jika hal ini dapat dipelihara, maka sesuai dengan janji-Nya, Dia pun akan menjadi Al-Wali, atau Pelindung dan Penolong kita. Tak akan ada satu pihak pun yang dapat mencelakakan Jamaat.

Allah Taala berfirman,
ۚ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَٮٰكُمۡ‌ۖ فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ
‘…Maka dirikanlah Salat dan bayarlah Zakat, dan berpeganglah teguh kepada Allah.’ (22:79).
Hal ini menunjukkan, wajib hukumnya bagi kaum mukminin untuk mendirikan Salat karena berfaedah bagi perubahan suci di dalam diri masing-masing. Kemudian, diperintahkan pula di sini untuk menthayyibkan harta benda dengan cara membelanjakan sebagian daripadanya di jalan Allah yang akan meneguhkan semua perintah Allah dengan sebaik-baiknya, Inilah yang akan membuat keimanan manusia kepada Tuhan dapat menjadikan Allah sebagai Tuhan dan Pelindung mereka yang sejati.

Allah Taala menyatakan di dalam,
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمۡ رَٲكِعُونَ
وَمَن يَتَوَلَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَإِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡغَـٰلِبُونَ
‘Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang dawam mendirikan Salat dan membayar Zakat dan mereka taat kepada Allah.
Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolong, maka sesungguhnya Jamaat Allah-lah yang pasti akan menang.’ (5:56-57).

Di sini menyembah Allah Yang Maha Tunggal merujuk kepada mereka yang ikhlas dan yaqin terhadap Allah Swt sepenuhnya, suci dari segala bentuk syirik, Inilah suatu Jamaah yang pasti akan karena telah menjadi sahabat Allah, dan Allah pun menjadi Sahabat mereka.

Di dalam satu Hadith Qudsi, Allah Taala menyatakan: 'Barangsiapa memusuhi sahabat-Ku. maka Aku pun menyatakan perang terhadap mereka. Aku menyukai hamba-hamba-Ku yang berhasil memperoleh qurb kedekatan-Ku melalui berbagai kewajiban yang telah ditetapkan bagi mereka. Mereka beristiqamah dalam ikhtiar mereka untuk mendekat kepada-Ku melalui berbagai bentuk peribadatan mereka; hingga akhirnya Aku pun mencintainya. Dan bila Aku sudah mencintainya, maka matanya ketika memandang menjadi mata-Ku, Tangannya yang memegang menjadi tangan-Ku, Kakinya manakala melangkah menjadi kaki-Ku. Apabila ia memohon, maka Aku pun segera mengabulkannya. Dan apabila ia memohon perlindungan-Ku maka Aku pun melindunginya. Aku tidak ragu-ragu sedikitpun, karena keraguan dapat memusnahkan seorang mukmin. Ia tidak menyukai maut, dan Aku pun tidak ingin mendatangkan sedikitpun kesusahan,'
Begitulah betapa Allah Swt sangat peduli dan sigap mendampingi mukminin sejati.

Manakala hamba Allah yang sejati mempraktekkan segala perintah-Nya dengan sepenuh hati, maka Dia pun menjadi Maula (Pelindung) mereka. Semoga Allah menzahirkan semua ini agar kita dapat mengikuti jalan taqwa dan senantiasa menjaga habluminallah, sehingga Dia pun menjadi Maula yang sejati, serta mendapatkan pertolongan dan santunan-Nya dalam setiap langkah amal yang baik. Amin.


o o O o o
translByMMA / LA110409

(*)Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba pada tanggal 30 Oktober 2009, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK.

2 komentar:

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...