Rabu, 25 November 2009

Sifat Al Wali Allah Taala (Bagian 4)*

Allah Taala berfirman dalam ayat 42 Surah Al Ankabut,
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ

الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ

لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ


Artinya: “Permisalan orang-orang yang mengambil selain Allah sebagai penolong-penolong adalah seperti permisalan laba-laba yang membuat rumahnya. Dan sesungguhnya, selemah-lemahnya rumah adalah rumah laba-laba, seandainya mereka itu mengetahui!” (QS. 29:42)

Sudah jelas dari pernyataan ayat ini, yakni, betapa malangnya bangsa tersebut yang telah meninggalkan khazanah dan sifat Al Wali Allah Swt lalu mencari-cari sumber bantuan lain. Mata mereka nanar demi melihat keuntungan yang bersifat sementara, dan merendahkan faedah [bantuan Ilahi] yang bersifat permanen. Berbagai sumber dan atribut dunia tersebut membuat mereka mengabaikan Keridhaan Allah Taala. Alih-alih menjadi waliullah, yakni sahabat Allah, mereka bersahabat dengan tuhan-tuhan lain selain Allah. Alih-alih masuk ke dalam kuatnya pertahanan perlindungan Ilahi, mereka mengandalkan jalinan perlindungan duniawi semisal jejaring laba-laba.



Beberapa ayat yang mendahului ayat 42 Surah Al Ankabut yang telah dibacakan tadi mengemukakan kisah Karun dan kaumnya. Juga nasib kaum Ad, Tsamud, dan Luth yang melupakan keberadaan Tuhan, dengan menjadikan duniawi sebagai dambaan utama mereka. Sesungguhnya, harta kekayaan dan tingginya peradaban suatu bangsa tak ada artinya manakala taqdir Ilahi telah diputuskan. Al Qur’an Karim telah mengemukakan di banyak tempat betapa berbagai bangsa terdahulu itu menjadi musnah disebabkan mereka berlindung kepada berbagai kekuatan yang bersifat sementara, alih-alih berlindung kepada Allah Swt. Dari berbagai kisah nasib beberapa kaum terdahulu tersebut kita diingatkan: Hanya sekedar pernyataan iman di mulut saja tidaklah cukup; melainkan harus diupayakan hingga mencapai derajat waliullah, lalu menjaga kemuliaan status rohani tersebut.

Di zaman itu, harta kekayaan Karun terbukti tidak dapat menyelamatkan seorang pun yang berhubungan dengannya. Pendek kata, tak akan ada satu pun kekuatan khazanah harta kekayaan yang dipakai untuk melawan Kehendak Allah dapat menyelamatkan diri dari hukuman-Nya. Harta kekayaan Karun nyatanya tidak dapat menghilangkan wabah kelaparan rakyat banyak, Bahkan Firaun pun tak dapat menyelamatkan bangsanya; mereka tak memperoleh bantuan dari jejaring yang mereka ciptakan yang tak ubahnya semisal jaring laba-laba belaka.

Zaman sekarang ini dunia hanya menginginkan harta dari mereka yang kaya, atau berusaha sedapatnya memanipulasi demi harta kekayaan. Berbagai negara miskin mengemis meminta bantuan beberapa negara kaya karena mereka berpikir kelangsungan hidup mereka terletak pada membungkukkan diri mereka di hadapan beberapa negara adidaya tersebut. Para pemimpin mereka yang hanya mementingkan diri sendiri itu mempertaruhkan nasib bangsanya ke dalam suatu resiko. Hal ini tampak jelas ketika berbagi masalah dalam negeri di beberapa negara tersebut mencuat. Berbagai pemimpin negara Muslim itu secara tak patut menggadaikan negara mereka disebabkan lemahnya keimanan mereka kepada Allah Swt. Maka oleh karena itu tak akan ada lagi yang sanggup mengelakkan keputusan Allah Taala.

Berbagai kisah tentang Firaun, Karun, dlsb di dalam Al Qur’an bukan hanya sekedar pelajaran sejarah, melainkan sebagai bahan renungan bagi kaum mukminin agar senantiasa memeriksa kondisi kerohanian dan berusaha meningkatkan keimanan mereka. Allah Taala berfirman tentang Karun,
فَخَسَفۡنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا ڪَانَ لَهُ ۥ مِن فِئَةٍ۬ يَنصُرُونَهُ ۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ
“Maka karena itu Kami membenamkannya Karun beserta rumahnya ke dalam bumi, dan tidak ada baginya satu golongan pun yang menolongnya selain Allah, dan tidak pula ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (28:82).

Apabila suatu bangsa mencari-cari bantuan asing dari beberapa negara kaya, maka dapat dipastikan mereka pun akan melupakan Tuhan.

Sejak krisis ekonomi pada beberapa tahun yang lalu, seluruh dunia terguncang. Hal ini terutama disebabkan kebijakan ketat pinjaman kredit. Meskipun banyak berbagai pernyataan mengatakan sudah ada berbagai petanda yang membaik, namun dunia tetap belum keluar sepenuhnya dari krisis tersebut. Berbagai dampaknya masih tampak nyata. Tingkat pengangguran masih meluas. PHK masih berlangsung setiap hari. Masih ada kekhawatiran untuk menanam modal investasi.

Sementara itu, negara-negara miskin masih juga memburu berbagai bantuan dari beberapa kekuatan dunia. Padahal Al Qur’an Karim telah memberikan contoh kisah Firaun yang telah terbukti gagal dalam mengandalkan kekuatan duniawi mereka. Di saat-saat akhir kekuasaannya, jangankan kekuatan kerajaannya, bahkan kepongahan majlis ulama yang diciptakannya pun tak dapat menyelamatkan dirinya. Ketika sifat takaburnya itu tengah memuncak, Firaun itu menyeru kepada Haman, ketua majlis ulamanya,
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَڪُم مِّنۡ إِلَـٰهٍ غَيۡرِى فَأَوۡقِدۡ لِى يَـٰهَـٰمَـٰنُ عَلَى ٱلطِّينِ فَٱجۡعَل لِّى صَرۡحً۬ا لَّعَلِّىٓ أَطَّلِعُ إِلَىٰٓ إِلَـٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّى لَأَظُنُّهُ ۥ مِنَ ٱلۡكَـٰذِبِينَ
yang terjemahannya: ...kemudian, buatlah bagiku sebuah bangunan tinggi, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa, meskipun aku yakin ia termasuk orang-orang pendusta.’ (28:39).

Akan tetapi, ketika menyadari ajalnya sudah mendekat, Allah Taala pun memaksanya untuk berteriak mengakui,
حَتَّىٰٓ إِذَآ أَدۡرَڪَهُ ٱلۡغَرَقُ قَالَ ءَامَنتُ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱلَّذِىٓ ءَامَنَتۡ بِهِۦ بَنُوٓاْ إِسۡرَٲٓءِيلَ وَأَنَا۟ مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ
yang artinya: ‘…hingga ketika ia hampir tenggelam, ia (Firaun) berkata, “Aku percaya, sesungguhnya Dia tiada Tuhan selain yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri.” (10:91).

Jadi, ketika sifat takaburnya tersebut tengah memuncak, Firaun menyeru akan menaiki puncak obelisk, suatu menara tinggi agar dapat melihat Tuhannya Musa, namun tak lama kemudian, ketika sudah menyadari dirinya akan tenggelam, ia pun menyatakan beriman kepada Tuhannya Bani Israil.

Hal ini jelas menunjukkan bahwasanya ia tidak menyembah Tuhan yang sejati, yakni Tuhannya Musa a.s.. Hadhrat Musa a.s. sama-sama dibesarkan di rumah istana Firaun itu, yang oleh karena itu tentulah beliau pun sudah berkali-kali ber-Dawat Ilallah kepadanya. Namun Tuhannya Musa di sini tidaklah berkonotasi sama dengan 'tuhan' yang disembahnya, Maka Allah membuatnya terpaksa untuk mengakui dan berseru: “[Aku beriman kepada] Tuhannya Bani Israil”; yakni kaum yang ia senantiasa aniaya hingga seolah-olah tak ada yang dapat menolong mereka.

Zaman sekarang ini, status berbagai bantuan dunia sudah mereka persamakan sebagai 'tuhan', namun mereka tidak menyadarinya. Jangankan tingkat kenegaraan, sedikit saja berhubungan dengan seorang anggota DPR daerah, maka mereka pun mulai memandang rendah kaum lain. Hal ini umum terjadi di berbagai negara yang mereka sebut sebagai 'negara-negara yang sedang membangun' (developing countries), meskipun pada hakekatnya tak ada yang berhasil dibangun. Namun, demikianlah mereka mengistilahkannya.

Di Pakistan, keadaan yang sama seperti ini sudah melampaui batas. Kaum penganiaya tersebut tidak menyadari, pemilik kerajaan yang sejati adalah Allah. Manakala taqdirnya sudah diputuskan, kekuasaan sekuat Firaun pun harus berhadapan dengan-Nya. Oleh karena itu, takutlah kepada Allah yang sebenar-benarnya, apalagi jika sedang berkuasa. Jika tidak, semuanya adalah hampa belaka.

Ada pula di antara mereka itu yang menjadikan asma Allah sebagai gerakan ritual jasmani belaka. Mereka itulah yang mengandalkan hidupnya dalam jejaring laba-laba. Iman mereka hanya kepada harta kekayaan, kepada sistem koneksi, kepada faksi partai mereka, dan bahkan kepada kelompok gangster mereka. Mereka tidak menyadari, sesuatu kekuatan yang lebih besar, yang amat peka terhadap kebutuhan mereka, hanyalah Allah Taala semata.

Allah Taala telah berkali-kali menasehati kaum Muslimin agar bertaqwa dan menjadikan Allah sebagai perisai diri serta ingat sepenuhnya, bahwa hanya Dia itulah yang bersifat baqa.

Memang penting untuk membuat berbagai rencana dan persiapan matang, serta mengambil faedah dari perhubungan pergaulan. Adalah penting untuk kelangsungan hidup suatu kaum untuk menjaga perhubungan sosial mereka; untuk saling mencari dan memberi pertolongan. Namun kesemuanya itu haruslah didasari kepada peraturan Ilahi.

Mukmin sejati tidak akan pernah berpikir bahwa suatu rencana atau persiapan sematang apapun adalah segalanya. Sebaliknya, jika tidak ada bantuan Ilahi, tak akan berhasil meskipun sekecil-kecilnya. Untuk itulah Dia telah mengajari kita suatu doa yang makbul sejak di awal-awal pembukaan Al Qur’an Karim,
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
yakni, “Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah, dan hanya kepada Engkau pula-lah kami memohon pertolongan’ (1:5)

Doa ini menegaskan, hanya Allah-lah yang memudahkan kita untuk dapat beribadah dan hanya Dia pula yang dapat mengabulkan segala kebutuhan kita. Demikian pentingnya doa ini, oleh karena itulah kita diwajibkan untuk membaca doa ini pada setiap kali Salat. Jika kita membutuhkan sesuatu, pertama-tama adalah bersimpuh berdoa di hadapan Allah Swt, barulah kemudian menjalankan berbagai rencana dan persiapan.

Menjaga keluruhan rohani dan memelihara ketaqwaan adalah sangat penting bagi mukminin sejati. Dengan mengemukakan permisalan jejaring laba-laba, Allah Taala mengingatkan pernyataan iman hanya dimulut belaka tidaklah cukup, karena tidak akan membawa najat keselamatan. Najat keselamatan hanya akan dapat diperoleh dengan karunia Allah dengan cara melaksanakan ajaran-Nya; dengan meningkatkan derajat maqom kerohanian yang untuk itulah Allah mengirimkan syariat agama. Ajaran hakiki suatu agama adalah untuk menggalang habluminallah yang sejati. Kewajiban insan yang berfitrat lurus adalah mencari Tuhan lalu mempraktekkan berbagai perintah-Nya. Inilah alasannya para rasul Allah diutus, dan ini pulalah tujuan utama kedatangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s..

Beliau a.s. bersabda: 'Aku diutus untuk menarik kembali domba-domba yang hilang; untuk kembali kepada Tuhan mereka dengan cara yang memikat hati, sabar, ramah dan lemah lembut; sekaligus memperlihatkan kiat menuju nur Ilahi sebagaimana yang Allah Taala telah karuniakan kepada-ku'.

Beliau a.s. pun menulis: ‘Aku diutus untuk menguatkan keimanan, dan untuk membuktikan keberadaan Allah Taala bagi manusia yang keimanannya telah menjadi lemah; dan meneguhkan keyakinan adanya kehidupan setelah mati bukan sebagai dongeng belaka. Perilaku manusia memperlihatkan bahwa mereka itu tidak beriman dan tidak yakin kepada Allah dan Hari Akhirat sebagaimana mereka begitu yakin kepada kekuatan dan sumber daya materi duniawi. Lidah mereka banyak berucap, namun kalbu mereka dipenuhi oleh kecintaan akan duniawi…; Aku diutus untuk menegakkan kebenaran dan menghidupkan kembali keimanan serta memenuhi kalbu manusia dengan ruh ketakwaan.’ (Essence of Islam, Jld. IV, hlm.110)

Meskipun ajaran Al Qur’an ada di hadapan mereka, namun kalbu mereka terluput dari pengaruh kebaikannya. Inilah mengapa sebabnya manakala dunia sudah melupakan Tuhan, maka Dia pun mengutus insan pilihan-Nya beserta Jamaahnya untuk menegakkan kembali kerajaan-Nya di dunia.

Tampak jelas sekarang ini dari berbagai macam perkara yang timbul, dunia telah melupakan Tuhan. Jangankan bangsa-bangsa ghair-Muslim, bahkan kaum Muslimin pun kini telah menjadi sangat materialistis. Kedatangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. adalah untuk menjalankan ajaran Al Qur’an Karim yang telah berhasil ditegakkan pada 1,500 tahun yang lalu oleh Rasulullah Saw. Inilah ajaran yang telah berhasil membina hubungan komunikasi yang hidup antara manusia dengan Tuhannya. Sehingga, ritual peribadatan sejalan dengan berbagai kewajiban sosial demi untuk meraih keridhaan Allah Swt. Kondisi ini telah dapat diciptakan berkat kekuatan quwwat qudsiyah Rasulullah Saw yang telah terbukti nyata benar-benar hanya untuk mencari Keridhaan Ilahi. Untuk zaman sekarang ini Hadhrat Masih Mau'ud a.s. diutus untuk menegakkan tujuan yang sama; oleh karena itu kita kaum Ahmadi perlu memeriksa diri masing-masing, apakah kita telah ikut dalam sesuatu peran di dalamnya ? Apakah kita sudah berkeinginan untuk menjadikan Allah sebagai al-Wali kita ? Ataukah kita telah menjadikan sesuatu jabatan atau pangkat dan kebesaran duniawi sebagai sahabat ? Terkecuali sudah mencapai saat menjadikan Allah sebagai andalan utama dan mengenyampingkan sesuatu lainnya, barulah dapat dikatakan sebagai mukmin yang sejati.

Tak diragukan lagi, kita dapat mengatakan sebagai termasuk orang-orang yang beriman; akan tetapi sudahkah mempraktekkan ajaran-Nya sedemkian rupa hingga menjadikan Allah sebagai perisai diri ? Hal inii dapat tercapai apabila segala amal perbuatan kita semata-mata hanya untuk Allah. Kita tidak akan sekedar membaca perkara pentingnya menjadi waliullah ini, melainkan bertekad akan meningkatkan kerohanian kita hingga ke maqom yang setinggi-tingginya, hingga mencapai tahap nafs-muthmainah. Inilah mengapa sebabnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Jadilah waliullah ! Jangan sekedar menjadi pengikut seorang wali Allah'.

Tali perhubungan kita dengan seorang wujud yang dikasihi Allah hendaknya tak terbatas hanya untuk memohon bantuan doanya saja, Adalah termasuk bid'ah bila kita tidak berdoa untuk diri sendiri; tidak mendirikan Salat tetapi mengandalkan perhubungan dengan orang suci untuk memohon doanya.
Hanya Allah yang mengetahui kesucian seseorang. Jika ada seseorang yang dianggap suci dimintai doa lalu ia berkata bahwa ia dekat dengan Tuhan dan doanya makbul akan tetapi ia tidak menasehati si pemohon tersebut agar ia berdoa pula dan mendekatkan dirinya kepada Allah, maka orang tersebut takabur. Alih-alih menggantungkan diri kepada orang lain, berusahalah keras untuk menjadi seorang waliullah.

Di dalam sejarah Jamaat Ahmadiyah, seorang waliullah adalah justru seorang wujud yang memiliki hubungan erat dengan Khilafat. Maulana Ghulam Raziki adalah salah seorang yang dimaksud. Meskipun beliau memiliki hubungan yang khas dengan Allah Taala, namun ia senantiasa menasehati orang yang memohon bantuan doa kepada beliau agar menghubungi Hadhrat Khalifatul Masih untuk memohon doanya. Dan beliau pun menasehati si pemohon agar berdoa pula untuk dirinya. Inilah Kewalian yang sejati. Inilah corak waliullah yang sejati yang perlu kita pelihara. Bukan seperti yang dilakukan oleh kaum di luar Jamaat, yang cenderung untuk menziarahi petilasan seorang wali yang telah wafat.

Memang tidak dilarang untuk memohon bantuan doa orang lain. Kaum mukminin senantiasa saling mohon didoakan. Namun, mereka pun berdoa untuk diri mereka sendiri. Dan juga, mereka itu tidak hanya berdoa ketika sedang dilanda kesulitan. Waliullah sejati senantiasa menjaga hubungan komunikasi dengan Allah Taala dalam setiap keadaan.

Firman Allah taala dalam Surah Al An’am ayat 15,
قُلۡ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّ۬ا فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَهُوَ يُطۡعِمُ وَلَا يُطۡعَمُ‌ۗ قُلۡ إِنِّىٓ أُمِرۡتُ أَنۡ أَڪُونَ أَوَّلَ مَنۡ أَسۡلَمَ‌ۖ وَلَا تَڪُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
yang artinya: ‘Katakanlah, “Apakah akan aku jadikan yang lain sebagai pelindung selain Allah, Yang menciptakan seluruh langit dan bumi, padahal Dia Yang memberi makan dan Dia tidak diberi makan”. Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menjadi orang pertama yang menyerahkan diri. Dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang musyrik”. (6:15).

Sungguh sangat dungu meninggalkan Sang Pemilik langit dan bumi lalu meminta pertolongan makhluk ciptaan-Nya. Allah telah menyediakan segala kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia, maka sungguh pandirlah menghadapkan wajah kepada sesuatu wujud yang lain hanya dikarenakan terpengaruh oleh status keduniawiannya. Nyatanya, bahkan orang yang paling berpengaruh pun menggantungkan dirinya kepada Allah Taala. Mereka yang mencari-cari bantuan duniawi tidak menyadari bahwa Wujud yang telah menyediakan segalanya bagi manusia telah menyatakan: Mohonlah kepada-Nya secara langsung. Niscaya Dia akan memberikan segala yang dibutuhkan. Dia-lah Dzat yang tidak bergantung kepada aspek materi kebendaan sebagaimana makhluk hidup lainnya. Dialah sumber utama dari segala khazanah. Setiap mukminin hendaknya menyadari dan memastikan diri, bahwa inilah Allah yang mereka sembah.

Allah Taala telah mengajari kita suatu doa kiat untuk mencapai derajat maqom kerohanian yang tinggi, dan senantiasa terus meningkat.
تَأۡوِيلِ ٱلۡأَحَادِيثِ‌ۚ فَاطِرَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ أَنتَ وَلِىِّۦ فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ‌ۖ تَوَفَّنِى مُسۡلِمً۬ا وَأَلۡحِقۡنِى بِٱلصَّـٰلِحِينَ
yang artinya: ‘…Wahai Pencipta seluruh langit dan bumi, Engkaulah Penolong-ku di dunia dan akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan taat, dan gabungkanlah daku beserta orang-orang yang shaleh.” (12:102).
Seorang waliullah sejati tidak akan pernah melupakan Allah baik dalam keadaan senang mauoun susah. Ia akan senantiasa berdzikir mengingat asma-Nya dalam segala situasi. Mereka pun sibuk berdoa sebagaimana pada ayat Al Quran yang telah disebutkan tadi. Doa ini pun mengajarkan kita untuk mencari kedekatan Ilahi dan peningkatan maqom rohani. Berbagai kesusahan dan masa-masa sulit tidak membuat pikiran mereka negatif tentang Tuhan, melainkan justru semakin banyak berdoa agar menjadi mukhlisin sejati dalam setiap keadaan, sehingga dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang muttaqin.

Adalah dikarenakan sifat tamak akan dunia yang memecah belah dunia menjadi dua blok kekuatan; dan kita menyaksikan, kini konsep [politis] tersebut terjadi lagi. Keberadaan suatu kekuatan adidaya dunia di Afghanistan tampak ingin menguasai beberapa wilayah Pakistan dan Afghanistan. Faktanya, keberadaan mereka itu bertujuan untuk menjaga kekuasaan mereka di kedua daerah tersebut, sekaligus untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia di beberapa negara tetangganya. Pengendalian yang tengah dilakukan oleh beberapa kekuatan adidaya dunia tersebut boleh jadi akan berakhir dengan suatu kesudahan yang mengerikan.

Namun, kaum Muslimin telah dinasehati, bahwa falah, keberhasilan mereka terletak pada perhubungan komunikasi mereka dengan Allah Swt, sebagaimana telah difirmankan-Nya di dalam Surah Ta Ha,
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡہَا‌ۖ لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقً۬ا‌ۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَ‌ۗ وَٱلۡعَـٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
yang artinya, ‘Dan perintahkanlah keluargamu untuk Salat dan tetaplah mengamalkannya. Kami tidak meminta kepada engkau rezeki. Kami-lah Yang memberi rezeki engkau. Dan akibat yang baik bagi mereka yang bertaqwa.’ (20:133).

Agar memperoleh peningkatan maqom kerohanian, mukminin sejati haruslah mendirikan Salat dengan tertib dan dawam, beserta seluruh keluarganya. Bila mukminin berdoa memohon kepada Allah, maka Dia pun akan memelihara kesejahteraan rohani maupun jasmani mereka. Matabat diri dan keluarga pun terjaga. Mereka senantiasa berhubungan dengan Allah Taala pada setiap langkah. Kiat inilah yang akan meningkatkan derajat ketaqwaan, dan sungguh Allah akan memelihara dan menyediakan segala kebutuhan mereka yang bertaqwa kepada-Nya.

Rasulullah Saw (di dalam Sunan Tirmidhi, Kitabush-Shalat) berdo’a, yang artinya sebagai berikut: “Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana dengan mereka yang Engkau telah beri petunjuk; berilah aku keselamatan sebagaimana mereka yang Engkau telah beri keselamatan. Jadilah Sahabat Penolong-ku sebagaimana mereka yang Engkau telah jadikan sahabat. Apapun yang Engkau karuniakan kepadaku, berkatilah atasnya. Lindungilah aku dari segala keburukan yang Engkau telah peringatkan. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan; tak ada yang dapat memutuskan sesuatu kepada Engkau. Ia yang telah menjadi wali-Mu tak akan pernah menjadi terhina. Ya Allah sungguh Beberkat dan Mulianya Engkau.”

Hendaknya kita membaca doa ini dengan dawam. Semoga kita semua dapat mempraktekkan ajaran Al Qur’an Karim dan senatiasa berlindung kepada Allah, serta dijauhkan dari sifat tamak akan dunia. Semoga pula kita senantiasa memuliakan hak orang lain dan menjadi pewaris doa-doa makbuliyat Hadhrat Masih Mau'ud a.s., serta senantiasa melangkah maju untuk menjadi waliullah.

Kemudian Huzur mengklarifikasi kabar burung yang merujuk kepada perkataan Huzur, bahwa beliau melarang kaum Ahmadi divaksinasi flu babi (swine flu) sebagaimana yang ditawarkan beberapa pemerintahan di Europa dan negara lainnya. Huzur bersabda, beliau sama sekali tidak melarangnya. Beliau hanya berpendapat, bagi mereka yang sensitif (mudah terkena penyakit) seperti anak-anak atau manula, bila diserukan oleh instansi yang berwenang untuk divaksinasi, silahkan. Huzur bersabda, bagaimana mungkin kesimpang-siuran berita ini sampai terjadi. Boleh jadi karena salah difahami, atau mungkin juga dikarenakan terbawa hembusan angin. Huzur bersabda, kabar burung hendaknya dihindari. Amin !
o o O o o

translByMMA /LA, 11/24/09


_________________________
* Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba 20 November 2009, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...