Selasa, 08 Februari 2011

Menjawab Berbagai Tuduhan Teologis

اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلّا الله  وَاَشْهَدُ  اَنّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ الله اَمّا بَعْدُ  فَاَ عُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرّحْمنِ الرّحِيْم

Yth. Bp. Pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Yth. Bp. Kepada Puslit Kemasyarakatan & Kebudayaan (PMB) – LIPI

Hadirin Hadirat peserta seminar yang saya muliakan.
Alhamdulillah, dengan karunia Nya semata-mata kita diberikan taufiq untuk bersama-sama dalam seminar ini.  Shalawat dan Salam semoga di anugerahkan kepada yang Mulia Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam dan para Sahabat (Radhiallahu ‘anhum).  Terimakasih  kami haturkan kepada Pimpinan LIPI dan Panitia yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyampaikan makalah kami dengan judul “Menjawab Berbagai Tuduhan Theologis”.

Jika kita menyimak literatur-literatur yang diterbitkan oleh pihak luar Ahmadiyah, literatur yang berisikan tuduhan,  dapat kita klasifikasi menjadi dua bentuk.  Bentuk pertama berupa tuduhan yang semata-mata opini dari pihak tertentu. Bentuk kedua berupa rekayasa dan pemutarbalikan pemahaman Ahmadiyah dengan cara mengutip literatur Ahmadiyah lalu memberi komentar sendiri dan dinisbahkan kepada Ahmadiyah. Tuduhan-tuduhan dan fitnah-fitnah tersebut telah dimulai sekitar seabad yang lalu dengan terus-menerus diulangi oleh generasi-generasi penentang dari masa-kemasa.

Pengulangan tuduhan-tuduhan tersebut disajikan kemasyarakat dalam berbagai tulisan dengan judul yang berbeda atau tata letak yang berbeda, atau juga demikian, yakni pada penerbitan  pertama pengulangan mengutip sebagian tuduhan/fitnah yang belum dikutip sebelumnya sehingga nampak seolah ada ilmu baru yang muncul.  Pengulangan dengan penambahan atau perubahan tata letak, judul dan materi, memberi kesempatan munculnya buku-buku terbitan baru, menciptakan pasar buku yang diharapkan laris di masyarakat.

Yang kami sayangkan ialah pemutarbalikan fakta dengan rekayasa arti, atau pun mengenyampingkan  pemahaman yang semestinya disampaikan ke masyarakat itu dengan mengatasnamakan Islam, bahkan membawa nama Allah Yang Maha Qudduus.  Padahal Islam sangat melarang penyebaran fitnah dan tuduhan palsu, apalagi dengan membawa nama Allah.
Jawaban spesifik terhadap tuduhan dan fitnah tersebut telah diterbitkan baik dalam bentuk tulisan, maupun video dan CD.  Bahkan dapat di akses melalui website http://www.alislam.org/.  Waktu yang singkat dan terbatas seperti ini tidak cukup untuk menjawab satu persatu tuduhan-tuduhan tersebut secara spesifik.

Oleh karena itu pada kesempatan ini kami memilih untuk menyampaikan penjelasan akidah Islam yang kami-Jemaat Ahmadiyah-yakini.  Dengan penyampaian penjelasan ini, kami menyatakan bahwa pernyataan segelintir orang tentang Jemaat Ahmadiyah, yang tidak sesuai dengan penjelasan kami, atau provokasi yang dilontarkan pihak tertentu tentang Ahmadiyah adalah dusta belaka dan menjadi tanggung jawabnya di depan hukum dan terutama dihadapan Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Perkasa, dan Maha Pemberi Balasan.  Sejarah Ahmadiyah sedunia yang lebih dari 100 tahun, menjadi saksi tak terbantahkan atas nasib orang-orang yang memfitnah dan menimpakan keaniayaan terhadap orang-orang Ahmadiyah yang tidak berdosa. Penjelasan kami ini sekaligus merupakan harapan kami kepada masyarakat agar tidak terprovokasi oleh sekelompok orang yang akan membawa mereka kepada langkah yang dapat mengundang kemurkaan Allah, sebab Allah Taala berfirman yg terjemahannya : “Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah/menganiaya orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan lalu mereka tidak bertobat, niscaya bagi mereka ada adzab neraka jahanam dan bagi mereka ada adzab yang membakar.” (QS. Al-Buruj / 85 : 11).
            Semoga Allah yang Maha Pengasih, melindungi umat Islam dan Bangsa Indonesia dari terpengaruh oleh provokasi yang hanya akan merugikan diri sendiri, aamiin.
            Adapun penjelasan Aqidah Islam yang diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah, dapat kami uraikan satu demi satu Rukun Iman dan Rukun Islam, sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Suci Muhammad Rasulullah Shallallaaahu ‘alaihi wasallam yang penjelasannya kami kutip dari wejangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis salaam dan para Khalifah beliau –Imam  International Jemaat Ahmadiyah.

  1. I.      Rukun Iman
  2. II.   Rukun Islam
    1. Mengucapkan Dua Kalimah Syahadat
  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya
  3. Beriman kepada Kitab-kitab-Nya
  4. Beriman kepada Rasul-rasul-Nya
  5. Beriman kepada Hari Akhir
  6. Beriman kepada Qadha & Qadar, baik dan buruknya.
  1. Melaksanakan/Menegakan Shalat
  2. Berpuasa di bulan Ramadhan
  3. Membayar Zakat
  4. Menunaikan Ibadah Haji ke Baitullah (Mekkah).
Penjelasan :
  1. I.      Rukun Iman
I.1. Beriman kepada Allah

Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan:
“Untuk mengikuti ajaranku seseksama-seksamanya dikehendaki, bahwa mereka harus berkeyakinan, bahwa mereka mempunyai satu Tuhan yang Qadir (Maha Kuasa), Qayyum (Yang Berdiri Sendiri) dan Khaaliqul Kul (Pencipta segala sesuatu yang ada), yang sifat-sifat-Nya tak kunjung berubah, serta kekal dan abadi. Ia tidak mempunyai anak. Ia Suci-Murni dari jejak penderitaan, dari dinaikkan ke tiang salib dan dari mengalami suatu kematian. Ia sedemikian rupa, bahwa meskipun dekat namun jauh. Walaupun Tunggal, tapi penjelmaan-Nya nampak dalam bermacam ragam corak. Manakala ada terjadi suatu perobahan di dalam diri seorang manusia, bagi orang itu Dia menjadi Tuhan yang baru, dan Dia memperlakukannya dengan penjelmaan-Nya yang baru. Orang itu melihat suatu perubahan di dalam wujud Tuhan menurut proporsi dari perubahan yang ada pada dirinya – tetapi, hal ini bukanlah seakan-akan terjadi suatu perobahan di dalam Wujud Tuhan, karena sesungguhnya Dia tidak akan sekali-kali mengalami perobahan, dan Wujud-Nya memang paripurna; tetapi dengan tiap-tiap perobahan yang berlaku di dalam diri manusia yang menjurus kearah kebaikan, Tuhan pun menjelmakan diri-Nya terhadap manusia itu di dalam bentuk penjelmaan baru. Dengan tiap-tiap usaha kemajuan pada diri manusia, Tuhan pun memperlihatkan diri-Nya dengan penjelmaan yang lebih agung lagi perkasa. Ia menampakkan sesuatu penjelmaan dari kodrat-Nya yang luar biasa, hanya apabila manusia memperlihatkan suatu perubahan di dalam dirinya secara luar biasa pula; inilah akar dan landasan dari keajaiban dan mu’jizat-mu’jizat yang dipersaksikan oleh sekalian hamba-hamba Allah. Beriman kepada Allah swt., serta kepada segala kekuatan-kekuatan itu, merupakan syarat yang penting bagi Jema’at kita. Resapkanlah keimanan ini ke dalam kalbumu. Berikanlah tempat yang utama kepada keimanan itu lebih daripada kepada urusan pribadi, kesenangan-kesenganmu dan segala hubungan-hubunganmu. Dengan perbuatan-perbuatan nyata disertai keberanian yang tak kenal menyerah, perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya.

Orang-orang lain di dunia ini, tidak menganggap Tuhan sebagai suatu Zat yang lebih penting dari harta benda mereka dan sanak saudara serta karib kerabat mereka. Akan tetapi kamu harus memberikan kepada-Nya tempat yang paling utama, agar supaya di Langit kamu dituliskan di dalam daftar Jema’at-Nya.” (Ajaranku, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, hal. 1-3, Penerbit Yayasan Wisma Damai, Bogor, 1993)


I.2. Beriman kepada malaikat-malaikat-Nya

وَ اَعْتقَِدْ اَنّ لِلّهِ مَلَاءِكَةً مُقَرّبِيْنَ  لِكُلِّ وَاحِدِ مِنْهُمْ مَقَامٌ مَعْلُوْمٌ  
Dan aku berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat-malaikat yang dekat, masing-masing dari mereka mempunyai kedudukan tertentu …. (Aainah Kamalaati Islaam, Hal. 384)

“Dari antara keberatan-keberatan yang diajukan ialah “Apa perlunya bagi Allah Ta’ala menggunakan malaikat-malaikat? Apakah kekuasaan Allah Ta’ala seperti pemerintahan manusia yang memerlukan pegawai dan memerlukan lasykar-lasykar sebagaimana manusia membutuhkannya?

Jawabannya ialah, hendaknya difahami bahwa Allah Ta’ala tidak memerlukan apapun, tidak memerlukan malaikat, tidak memerlukan matahari tidak bulan dan tidak bintang-bintang. Tapi Dia berkehendak agar qudrat-qudrat-Nya zahir melalui sesuatu sarana agar supaya dengan jalan demikian hikmah dan ilmu menyebar dikalangan manusia. Jika suatu sarana perantara tak ada, maka didunia ilmu tak mungkin ada Ilmu Hayat (Biologi), Ilmu Astronomi, Ilmu Alam (Fisika), Ilmu Kedokteran, Ilmu Botani.

Sarana-sarana inilah yang telah menumbuhkan ilmu pengetahuan, renungkan dan perhatikanlah oleh kalian jika kamu berkeberatan menerima pengkhidmatan para malaikat, maka keberatan seperti itulah yang mestinya muncul ketika memanfaatkan matahari, bulan, bintang-bintang, planet, benda-benda, unsur-unsur. Orang yang memiliki sedikit saja ma’rifat, iapun mengetahui bahwa setiap zarrah bekerja sesuai dengan iradah Allah Ta’ala dan setiap tetes air yang masuk kedalam tubuh kita, air itupun tidak akan berpengaruh baik atau buruk terhadap tubuh kita tanpa izin Allah. Jadi semua zarrah dan bintang-bintang dan lain-lain pada hakikatnya merupakan sejenis malaikat yang siang malam sibuk memberikan pengkhidmatan. Sebagian sibuk berkhidmat pada jasmani manusia, sebagian berkhidmat pada ruh. Dan Allah Yang Maha Bijaksana, jika demi untuk memelihara tubuh manusia berkehendak menggunakan banyak sekali sarana dan menciptakan berbagai macam pengaruh lahiriah agar dapat berpengaruh pada tubuh manusia dengan berbagai macam cara, Tuhan yang Tunggal dan tidak memiliki serikat itulah yang didalam pekerjaan-pekerjaan-Nya nampak kesatuan dan keharmonisan, Dia-pun menghendaki agar pemeliharaan rohani manusia pun sesuai dengan sistem dan cara demikian sebagaimana yang telah diterapkan pada pemeliharaan jasmani agar kedua sistem (Jasmani dan Rohani), secara zahiriah dan bathiniah, dan secara rohani dan jasmani melalui keseimbangan dan kesatuan itulah dapat menunjukkan adanya Wujud Maha Pencipta, Maha Tunggal dan Yang Maha Mengatur dan Ber-iradah.

Jadi inilah sebabnya pemeliharaan rohani manusia bahkan bagi pemeliharaan jasmani pun telah ditetapkan sarana-sarana berupa para malaikat. Namun sarana-sarana ini berada didalam kekuasaan Allah Ta’ala, dan laksana sebuah alat yang digerakkan oleh tangan suci-Nya, dan alat itu tidak memiliki iradah sendiri dan tidak memiliki kemampuan bergerak. Sebagaimana udara masuk kedalam tubuh kita atas perintah Allah Ta’ala dan atas perintah-Nya pula keluar dari tubuh kita, dan atas perintah-Nya pula memberikan pengaruh, maka demikian pula bentuk dan keadaan para malaikat sebagaimana firman-Nya: “Mereka melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka” (Q.S. At-Tahrim: 7)

Keberatan yang diajukan oleh Pandit Dianand berkenaan dengan sistem para malaikat, alangkah baiknya jika dia mendapatkan pengetahuan tentang sistem yang dijalankan oleh Allah Ta’ala pada jasmani dan rohani agar supaya bukannya dia mengajukan keberatan tapi justru ia mengakui kesempurnaan ajaran Al Qur’an bahwa betapa di dalam kitab suci ini terdapat gambaran yang benar dan tepat tentang hukum alam (Aina Kamalaati Islaam, catatan kaki halaman 85 -88).

I.3. Beriman kepada kitab-kitab-Nya
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Al Qur’anul Karim adalah suatu Mu’jizat sedemikian rupa yang tidak ada bandingnya baik dimasa dahulu maupun dimasa yang akan datang. Mutiara karunia-karunia dan berkat-berkatnya terus menerus berlangsung dan setiap zaman terus menerus unggul dan cemerlang sebagaimana dimasa yang mulia Rasulullah saw.; selain itu hendaknya diingat juga hal ini bahwa kalam setiap orang bersesuaian dengan kemampuannya sebagaimana tingginya kemampuan; tekad dan maksud maka sederajat itu juga kalam yang diperolehnya. Jadi dalam hal wahyu Ilahi pun keadaan itulah yang nampak.  Seorang yang menerima wahyu, setinggi apa kemampuannya maka sederajat itu juga kalam yang akan diperolehnya. Dikarenakan jangkauan kemampuan, kesanggupan dan tekad Yang Mulia Rasulullah saw. sangat luas, maka kalam yang beliau peroleh pun sederajat dengan itu, dimana tak akan ada orang lain yang akan lahir memiliki kemampuan dan kesanggupan demikian, sebab penda’waan beliau tidak hanya terbatas untuk waktu tertentu atau kaum tertentu, sebagaimana keadaan nabi-nabi sebelum beliau. Bahkan berkenaan dengan beliau, Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ ...  اِنِّىْ رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جمَِيْعًا  dan وَ مَا اَرْسَلْنَاكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ 
Seorang yang jangkauan pengutusan dan risalahnya demikian luasnya, maka siapakah yang akan dapat menandinginya.  Jika sekarang ini ada orang yang mendapatkan ilham berupa ayat-ayat Al Qur’an maka menurut pendirian kami jangkauan ilham orang itu tidak akan seluas jangkauan ayat yang diterima oleh yang mulia Rasulullah Saw karena berbeda.” (Malfoozhaat jld. 3 hal. 57).

I.4. Beriman kepada Rasul-rasul-Nya.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Aku senantiasa memandang dengan pandangan kekagum-kaguman kepada sang Nabi Arabi yang bernama Muhammad (ribuan salawat dan salam semoga terlimpah kepada beliau). Betapa tingginya martabat beliau ini, kita tidak dapat meng-agak-agak batas puncak ketinggian kedudukannya. Bukanlah pekerjaan manusia untuk menilai quwwat qudsiah-nya (daya pengqudusan), dengan sepenuh-penuhnya. Sungguh sayang, martabatnya yang luhur itu tidak dikenal manusia sebagaimana seharusnya dikenal. Tauhid yang telah lenyap dari muka bumi telah dibawa kembali untuk kedua kalinya oleh sang pahlawan itu, ia mencintai Tuhan dengan kecintaan yang sedalam-dalamnya. Dalam pada itu jiwanya larut selarut-larutnya di dalam memperlihatkan rasa kasih kepada sesama umat manusia. Oleh karena itu, Tuhan yang mengenal rahasia hati beliau melimpahkan kepadanya, keutamaan diatas para nabi seluruhnya dan diatas segala generasi masa lampau dan masa yang akan datang. Dia menggenapi segala hasrat yang dikandung hati beliau di dalam masa hidupnya. (Rukhani Khazaain, jilid 22; Hakikatul Wahyi hal. 118 – 119).

“Bila kita memperhatikan dengan pandangan yang adil, maka kita akan mengetahui bahwa dari seluruh mata rantai kenabian hanya seorang yang gagah berani, hidupnya penuh semangat dan paling dikasihi Tuhan, yaitu penghulu segala Nabi, kebanggaan para Rasul, mahkota seluruh Utusan Tuhan yang bernama Muhammad Musthafa saw. (Rukhani Khazaain, jilid 12; Sirajum Munir  hal. 82).

I.5. Beriman Kepada Hari Qiyamat
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Salah satu tanda terbesar dari tanda-tanda dekatnya Hari Qiyamat ialah apa yang dapat diketahui dari Hadits yang dikemukakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash r.a. yaitu:

Artinya: “Ilmu akan hilang bersamaan dengan wafatnya para ulama sehingga ketika tak seorang ulama pun yang tinggal, orang-orang menjadikan orang yang jahil sebagai pemimpin. Maka, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu; sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.”

Yakni dikarenakan wafatnya para ulama maka ilmu akan hilang sehingga ketika tak seorang ulama pun dijumpai maka orang-orang akan menjadikan orang-orang jahil sebagai panutan dan pemimpin, dan akan merujuk kepada mereka jika menanyakan masalah-masalah agama.

Maka orang-orang tersebut dikarenakan tuna ilmu dan ketiadaan kemampuan mengambil kesimpulan, akan memberikan fatwa yang bertentangan dengan cara-cara yang benar dan patut. Maka mereka sendiri (yang berfatwa) juga sesat dan juga akan menyesatkan orang lain. Dan selain itu ada lagi dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa orang-orang yang memberikan fatwa pada zaman tersebut  yaitu para pemuka agama adalah yang terburuk dari antara penduduk bumi.

Masih ada lagi sebuah hadits yang didalamnya dikatakan bahwa mereka itu membaca Al Qur’an akan tetapi Al Qur’an tidak akan turun melewati  tenggorokan mereka yakni mereka tidak akan mengamalkannya.

Demikianlah masih banyak hadits-hadits yang berkenaan dengan para pemuka agama dizaman.

Namun pada kesempatan ini kami hanya memberikan bukti hadits ini sebagai contoh yang berkenaan dengan fatwa yang keliru sebagaimana telah kami sebutkan diatas, agar supaya setiap orang mengetahui bahwa pada masa ini dari wujud para pemuka agama seperti itu, jika dapat diperoleh faedah maka faedahnya hanya sekedar orang-orang teringat akan Hari Qiyamat dan dapat mengenal dekatnya Hari Qiyamat dengan melihat penampilan, sikap dan perilaku mereka; dan kita masing-masing dapat menyaksikan terpenuhinya salah satu khabar ghaib dari Hazrat Khatamul Anbiyya Salallahu ‘alaihi Wa Salam.” (Aina Kamalaati Islam, hal 605, Nushrat Art Press, Rabwah).

I.6. Beriman kepada Qadha dan Qodar
Akhirnya sehubungan dengan Rukun Iman keenam, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda, “Orang-orang melontarkan kritikan mengenai ini, yakni mengapa taqdir itu terdiri dari dua bagian? Maka jawabnya adalah, pengalaman memberi kesaksian akan hal itu, yakni kadang-kadang tampil dalam bentuk-bentuk yang sangat berbahaya dan manusia benar-benar jadi putus asa. Namun, melalui do’a dan sedekah serta pengorbanan, akhirnya bentuk-bentuk bahaya tersebut jadi hilang. Jadi, akhirnya terpaksa diakui bahwa jika Taqdir Mu’allaq (taqdir yang masih dapat berubah) itu tidak ada, dan segala sesuatu yang berlaku hanyalah Taqdir Mubram (taqdir yang tidak dapat berubah), maka mengapa bisa terjadi penolakan bala? Dan kalau demikian berarti do’a serta sedekah dan sebagainya itu tidak ada artinya sedikitpun?

Beberapa iradah Ilahi hanya dengan maksud agar tumbuh rasa khawatir pada manusia sampai batas tertentu. Lalu jika ia memberikan sedekah dan pengorbanan, maka rasa khawatirnya itu dihilangkan. Permisalan pengaruh do’a adalah seperti unsur laki-laki dan perempuan.  Jika syarat terpenuhi dan diperolah waktu yang tepat serta tidak ada kekurangan apapun, maka sesuatu masalah akan terhindarkan. Dan apabila yang berlaku Taqdir Mubram, maka tidak timbul sarana-sarana pengabulan do’a. Hati memang menginginkan do’a, akan tetapi perhatian tidak dapat terpusat sepenuhnya dan dalam hati tidak muncul rasa perih dan sedih. Shalat, sujud dan lain-lain yang dilakukannya tidak terasa nikmat; yang darinya dapat diketahui bahwa itu bukan akhir yang baik dan merupakan Taqdir Mubram.” (Malfoozhat, Jld. VII, hal. 87-88, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

II. .    RUKUN ISLAM
II.1. Dua Kalimah Syahadat
Sehubungan dengan Rukun Islam pertama, beliau ‘Alaihis-salaam bersabda, “Aku ingin memperkenalkan diriku kepada mereka sebagai saksi keberadaan Allah Swt.” (Malfoozhat, Vol. I. hal. 307, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

“Hamba yang lemah ini telah diutus ke dunia menyampaikan pesan Allah Swt untuk menyatakan bahwa di antara semua agama yang ada saat ini satu-satunya yang benar dan sesuai dengan kehendak Allah Swt adalah yang dikemukakan oleh Al Qur’an dan Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasuulullaah – tidak ada Tuhan kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah – adalah pintu untuk memasuki Rumah Keselamatan.” (Malfoozhat, Vol. II, hal. 132, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

II.2. Menegakkan Shalat
Sehubungan dengan Rukun Islam kedua, Pendiri Jemaat Ahmadiyah menerangkan, “Apa yang dimaksud dengan Shalat? Ia merupakan suatu do’a khusus. Akan tetapi kebanyakan orang menganggapnya sebagai uang pajak bagi raja-raja. Orang yang tidak faham, sebegitu pun tidak tahu, apalah perlunya perkara-perkara itu bagi Allah Subhaanahu wa Ta’alaa ke Maha-Cukupan-Nya mana pula memerlukan supaya manusia sibuk dalam do’a, tasbih dan tahlil. Justru di dalamnya terdapat manfaat bagi manusia sendiri, bahwa dengan cara demikian ia dapat mencapai tujuannya. Saya sangat sedih menyaksikan bahwa pada masa kini tidak ada kecintaan terhadap ibadah dan kerohanian. Penyebabnya adalah suatu kebiasaan umum yang beracun. Kerena faktor itulah kecintaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’alaa menjadi beku. Dan kenikmatan yang seharusnya timbul di dalam ibadah, ternyata kenikmatan itu sudah tidak ada lagi.” (Malfoozhat, Vol. I, hal. 159-160, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

“Shalat merupakan alat untuk menghindarkan diri dari dosa. Shalat memiliki khasiat untuk menjauhkan manusia dari dosa dan perbuatan buruk. Oleh sebab itu, carilah oleh kalian shalat yang demikian. Berusahalah untuk menjadikan shalat-shalat kalian seperti itu. Shalat merupakan ruh/jiwa segala kenikmatan. Karunia Allah swt datang melalui shalat yang seperti itu. Jadi, kerjakan shalat dengan khusyuk, supaya kalian menjadi pewaris nikmat Allah Swt.” (Malfoozhat, Jld. V, hal. 126; Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984)

II.3. Puasa Bulan Ramadhan
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Masalah ketiga, yang merupakan Rukun Islam adalah Puasa. Kebanyakan orang tidak mengetahui akan hakikat puasa sedikitpun. Pada dasarnya orang yang tidak pernah pergi ke suatu negeri dan tidak kenal akan alam negeri itu, bagaimana mungkin dia dapat menjelaskan keadaan negeri tersebut? Puasa bukanlah sekedar suatu ibadah di mana manusia menahan lapar dan dahaga saja. Melainkan, dia memiliki suatu hakikat serta pengaruh yang dapat diketahui melalui pengalaman. Di dalam fitrah manusia terdapat ketentuan bahwa semakin sedikit dia makan maka sedemikian itu pula akan terjadi tazkiyatun-nafs (pensucian jiwa). Dan potensi/kekuatan kasyfiyah (kemampuan menerima kasyaf) pun bertambah. Maksud Allah swt. dalam hal itu adalah: kurangilah satu makanan jasmaniah dan tingkatkanlah makanan rohaniah. Orang yang berpuasa hendaknya senantiasa memperhatikan bahwa hal itu bukanlah berarti supaya menahan lapar saja, melainkan mereka itu hendaknya sibuk dalam berdzikir kepada Allah swt., sehingga ia memperoleh tabattul  (surat Al-Muzammil, 73:9) dan inqithaa’ (memutuskan hubungan dengan urusan-urusan duniawi). Jadi, yang dimaksud dengan puasa adalah supaya manusia meninggalkan satu makanan yang hanya memberikan kelangsungan hidup bagi tubuh dan meraih makanan kedua yang dapat memberikan ketentraman dan kekenyangan bagi ruh. Dan, orang yang berpuasa semata-mata demi Allah swt., bukan sebagai suatu adat kebiasaan, mereka itu hendaknya terus sibuk dalam sanjungan, tasbih dan tahlil kepada Allah Swt., yang mana dari itu mereka akan memperoleh makanan kedua.” (Malfoozhat, Jld. IX, hal. 123, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

II.4. Membayar Zakat
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Perintah Zakat berulang-ulang disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an, sedang penjelasannya secara rinci terdapat dalam Hadits-hadits Rasululah saw.
Allah Ta’ala berfirman:


õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ª$  ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“Ambillah dari orang-orang beriman (yang bernaung di bawah pemerintah Islam) sedekah/zakat, agar engkau (Muhammad saw.) akan dapat membersihkan (hati mereka) dan juga engkau akan dapat membersihkan (harta benda (zakat)) mereka dari campuran harta orang lain dan do’akanlah mereka.” (At-Taubah, 9:104).

Perhiasan yang disimpan tapi kadang-kadang dipakai, zakatnya dibayarkan juga hendaknya. Pakaian perhiasan yang dipakai dan kadang-kadang dipinjamkan kepada orang-orang miskin, maka menurut fatwa setengah ulama, tidak wajib zakatnya. Pakaian yang dipakai sendiri dan tidak dipinjamkan kepada orang lain, lebih baik dizakatkan karena dia dipakai untuk sendiri. Di rumah kami, inilah yang dilakukan dan tiap-tiap tahun kami mengeluarkan zakat perhiasan di rumah kami. Tapi, perhiasan dan uang yang disimpan wajib zakatnya. Tidak ada ikhtilaf (pertikaian pendapat).” (Majmu’ah Fatawa-e-Ahmadiyah, Jld. I, hal. 163; terjemahan Mln. Ahmad Nuruddin r.a.)

II.5. Menunaikan Ibadah Haji
Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Kami tidak pernah membuat Kalimah Syahadat atau Shalat atau Ibadah Haji atau masjid sekecil apapun yang terpisah dari mengikuti Rasulullah saw., tugas kami ialah untuk mengkhidmati agama Islam ini; dan memenangkan agama ini di atas semua agama lain serta mengikuti hukum-hukum Al Qur’an yang mulia dan hadits-hadits yang terbukti berasal dari Rasulullah saw. Hadits paling lemah pun kami anggap wajib diamalkan dengan syarat tidak bertentangan dengan Al Qur’an yang mulia; dan kami mengakui bahwa Bukhari dan Muslim ialah ashakhkhul-kutub sesudah kitab Allah.” (Malfoozhat, Jld. VII, hal. 138-139, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984)

Namun, ada sebagian orang Islam yang berupaya menghalang-halangi orang Islam yang ingin menunaikan ibadah Haji ke Baitullah. Padahal sikap demikian ini sangat bertentangan dengan Hadits Rasulullah saw. Hadhrat Rasulullah Saw bersabda:

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اِتّقُوْا  اللهَ وَلَا تَمْنَعُوْا مِنَ الْحَجِّ شَيْئًا ِممّاَ يَنْتَفِعُ بِهِ فَاِنْ فَعَلْتُمْ فَاَنَا خَصْمُكُمْ يَوْمَ الْقِيَِامَةِ
Artinya:
“Wahai kaum Quraisy, bertaqwalah kepada Allah dan janganlah melarang orang mengambil manfaat dari ibadah Haji, apabila kamu melakukan pelarangan Haji, maka aku menjadi musuhmu di Hari Qiyamat.” (HR Abu Nu’aim dari Hadhrat Ibnu Abbas r.a. dan Kanzul-Umal, Juz V/12361)

Demikianlah sekilas penjelasan kami berkenaan dengan Aqidah Islam yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah saw. sebagaimana dipahami dan diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah sesuai dengan yang dijelaskan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Penjelasan beliau lebih rinci dan lebih luas terdapat di dalam 84 buah buku karya beliau berkenaan dengan Tauhid, Kemuliaan Al Qur’an Suci, Kemuliaan Nabi Muhammad Rasulullah Saw., dan Keindahan ajaran Islam. Selain itu terdapat di berbagai literatur Jemaat Ahmadiyah yang memuat wejangan-wejangan lisan beliau.

Berkenaan dengan pemahaman Jemaat Ahmadiyah mengenai Wahyu, Kenabian, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan dan lain-lain dapat ditelaah melalui beberapa literatur yang kami hadiahkan dan sekali lagi dapat di akses melalui www.alislam.org.

Akhirnya kami berharap semoga penjelasan kami ini dapat memberikan kejernihan kepada hadirin, hadirat dan para pencinta kebenaran. Karena Allah swt., berfirman di dalam Surah Al Hujurat ayat  7 (49:7) :

“Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang pendurhaka dengan membawa suatu khabar, selidikilah dengan teliti, supaya jangan kamu mendatangkan musibah terhadap suatu kaum tanpa pengetahuan dan kemudian kamu menyesal atas apa yang telah kamu lakukan.”

Ayat ini menasihatkan kepada kita bahwa jika orang pendurhaka, beritanya harus diteliti apa terlebih orang yang membawa berita dari Allah swt..

Semoga Allah Yang Maha Pemurah menganugerahkan Berkat dan Rahmat-Nya kepada kita sekalian. Wa aakhirud da’waanaa ‘anil hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Jakarta, 22 September 2005



Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia




 *Disajikan pada Seminar Sehari dengan Tema “Kritik Atas Kebebasan Beragama di Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) – LIPI, di ruang Seminar Lt. 1 gedung Widya Graha LIPI, Jl. Jendral Gatot Subroto, No. 10, Jaksel.

1 komentar:

  1. Jawaban yang benar-benar indah dan menarik, tetapi sayang banyak orang yang bermata buta, bertelinga pekak, sehingga apapun alasan disampaikan gak mau mendengar. Mereka hanya mau menuduh dan memaksakan harus diterima segala tuduhannya itu. Ini ciri-ciri Wahhaby dalam berdialog, dialog dengan mereka ini tidak akan nyambung karena mereka tidak terdidik untuk berdialog, yang mereka biasakan hanyalah adu okol.

    Saya sangat prihatin kalau umat Islam Indonesia terjangkiti virus Wahhaby ini, sehingga derajat mereka sebagai manusia jatuh ke derajat binatang ternak bahkan lebih rendah lagi.

    Ya Allah selamatkan kami dari kerusakan akhlak dan tunjukkan kami kepada akhlak yang baik laa yahdiy li ahsanihaa illa Anta .. Amiin

    BalasHapus

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...