Senin, 23 Juni 2008

Komnas Perempuan Menemukan Bahwa Kaum Perempuan Ahmadiyah Mengalami Diskriminasi Berlapis



Dalam pemantauan tersebut Komnas Perempuan menemukan bahwa perempuan Ahmadiyah mengalami diskriminasi berlapis, baik karena dia perempuan juga karena ia adalah anggota kelompok minoritas


Merespon pengaduan dari perwakilan Komunitas Ahmadiyah pada tanggal 27 September 2005 yang lalu, dan sesuai dengan mandat yang diemban Komnas Perempuan yakni untuk melakukan pemantauan dan pencarian fakta tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemenuhan hak-hak perempuan di Indonesia, maka Komnas Perempuan merasa sangat perlu menindaklanjuti pengaduan tersebut. Salah satu tindak lanjut tersebut adalah pemantauan HAM terhadap kondisi perempuan Ahmadiyah di Cianjur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada bulan Mei-Agustus 2006. Laporan ini akan diteruskan ke Presiden, Pelapor Khusus PBB dan elemen-elemen terkait.

Dalam pemantauan tersebut Komnas Perempuan menemukan bahwa perempuan Ahmadiyah mengalami diskriminasi berlapis, baik karena dia perempuan juga karena ia adalah anggota kelompok minoritas yang sedang menjadi sasaran penyerangan. Perempuan Ahmadiyah mengalami pelanggaran-pelanggaran HAM berbasis jender selain pelanggaran-pelanggaran yang sama-sama dialami juga oleh warga laki-laki dari komunitas Ahmadiyah. Pelanggaran-pelanggaran tambahan yang dialami oleh perempuan Ahmadiyah merupakan pelanggaran terhadap hak untuk bebas dari kekerasan berbasis jender, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas penghidupan yang layak, dan hak atas kesehatan reproduksi. Anak Ahmadiyah juga mengalami diskriminasi berlapis, khususnya hak anak untuk bebas dari diskriminasi dan hak anak atas pendidikan. Komnas Perempuan menegaskan bahwa komunitas Ahmadiyah secara keseluruhan adalah korban pelanggaran HAM yang mencakup pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, serta hak atas perlindungan.

Komnas Perempuan mencatat 23 produk kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga Negara dan Pemerintahan, 8 di tingkat nasional dan 15 di tingkat lokal, yang menjadi acuan bagi masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, anak dan komunitas Ahmadiyah. Isi maupun dampak dari kebijakan-kebijakan ini melanggar hak-hak asasi perempuan, anak dan komunitas Ahmadiyah sebagai manusia dan sebagai warga negara Indonesia.

Tercatat Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada 3 November 2002, mengeluarkan SKB pelarangan aliran/ajaran komunitas Ahmadiyah Indonesia wilayah Kabupaten Kuningan yang ditandatangani oleh MUSPIDA, Pimpinan DPRD, MUI dan pimpinan pondok pesantren dan ormas Islam Kabupaten Kuningan. Selain itu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 20 Juli 2005 juga mengeluarkan pernyataan bersama tentang pelarangan kegiatan Komunitas Ahmadiyah di wilayah tersebut. Beberapa Surat Keputusan Bersama (SKB) kemudian muncul disejumlah daerah lain seperti di Garut dan Sukabumi.

Puncaknya, pada tanggal 9 Juni 2008 Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung bernomor KEP-033/A/JA/6/2008 Tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Aggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat. Saat tulisan ini dibuat, pro kontra munculnya SKB ini terus berlanjut, bahkan pada satu 1 Juni lalu puluhan masa anti SKB luka-luka diserang sekelompok masa pro SKB.

Padahal, dari pantauan Komnas Perempuan saat penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah berlangsung ditemukan banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia. Di antaranya hak atas kebebasan beragama yang telah menjadi semangat UUD 1945 pasal 28E ayat 1, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi (pasal 28G ayat 2, UUD 1945) dan hak atas perlindungan yang juga telah menjadi ruh bangsa yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1.

Pada perempuan dan anak Ahmadiyah ditemukan fakta diskriminasi berlapis dalam berbagai bentuk dan contonhya. Pertama; Hak perempuan untuk bebas dari kekerasan berbasis jender. Pada saat penyerangan terjadi ancaman dan bahkan perlakuan kekerasan seksual dialami oleh banyak perempuan komunitas Ahmadiyah, sebagaimana terjadi di Desa Sukadan, Cianjur-Jawa Barat, Desa Gegerung-Lombok Barat dan Desa Prapen-Lombok Tengah. Kedua; Hak perempuan untuk berkeluarga dan melanjutkan ketururunan. Di Lombok Tengah, pasangan suami istri dianggap berzina ketika melakukan hubungan seksual lantaran perempuan yang dinikahi seorang Ahmadiyah, dan anak yang dilahirkan dicap sebagai anak haram. Ketiga; Hak perempuan atas kehidupan yang layak juga tidak terpenuhi. Banyak perempuan Ahmadiyah terpaksa berhenti berjualan karena warga melarang non Ahmadiyah berbelanja barang pada orang Ahmadiyah. Keempat; Hak perempuan atas kesehatan reproduksi. Beberapa perempuan Ahmadiyah harus rela kehilangan calon bayinya (keguguran) karena berlari menyelamatkan diri saat terjadi penyerangan.

Lebih dari itu, tidak adanya layanan khusus untuk kebutuhan kesehatan reproduksi, termasuk dalam melahirkan dan pengobatan gangguan fungsi reproduksi akibat tekanan konflik yang mereka alami menambah daftar panjang kekerasan yang mereka alami. Padahal Pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional yang telah dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat 1. Selain itu anak-anak pun tidak kalah mendapat diskriminasi. Ketika proses belajar anak Ahmadiyah dipisahkan tempat duduknya dengan anak-anak yang lain. Dalam raport-pun ada stempel Ahmadiyah, sehingga mereka kesulitan meneruskan sekolah. Secara psikologis anak-anak ini merasa tidak diterima dalam lingkungannya, akibatnya mereka enggan untuk berangkat sekolah.

Atas dasar fakta-fakta di atas, Komnas Perempuan mendesak agar Pemerintah memberikan penegasan yang efektif tentang hak atas kebebasan beragama bagi setiap anggota komunitas Ahmadiyah, termasuk kaum perempuan dan anak-anak Ahmadiyah, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 bagi seluruh warga negara Indonesia, dan mengambil langkah nyata untuk mencabut semua produk kebijakan negara terkait komunitas Ahmadiyah yang bertentangan dengan UU 1945.

Lihat di halaman asli
Unduh laporan resmi lengkap (pdf)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.

Related Post

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...