Pernyataan Pers Komnas Perempuan
SKB Ahmadiyah:
Permainan Politik yang Memperalat Agama
dan Mengorbankan Kelompok Minoritas, Perempuan, Anak dan Pembela HAM
Jakarta, 12 Juni 2008
SKB Ahmadiyah:
Permainan Politik yang Memperalat Agama
dan Mengorbankan Kelompok Minoritas, Perempuan, Anak dan Pembela HAM
Jakarta, 12 Juni 2008
SKB tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat yang dikeluarkan Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Juni 2008 menunjukkan bagaimana agama digunakan sebagai alat permainan politik dalam pertarungan untuk memperebutkan atau mempertahankan kuasa. SKB yang sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang berarti ini membuktikan bahwa Pemerintah RI pun larut memainkan politisasi agama untuk kepentingan jangka pendek – dalam hal ini, untuk ‘mendamaikan’ kekuatan-kekuatan sosial yang sedang saling berseteru – sambil mengingkari salah satu prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia: bhineka tunggal ika. Walaupun hak atas kebebasan beragama disebutkan sebagai salah satu pertimbangan SKB, sejak pasal 1, hak konstitusional ini justru dinafikan melalui ‘peringatan’ dan perintah yang diberikan kepada warga masyarakat untuk tidak melakukan penafsiran yang ‘menyimpang’ dari apa yang dianggap sebagai ‘pokok-pokok’ ajaran agama. Pasal 1 ini juga merupakan sebuah pembatasan yang diskriminatif oleh penyelenggara Pemerintah yang melanggar hak asasi manusia, selain menanam bibit konflik yang berkepanjangan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. SKB ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah lalai dalam menjalankan perannya mengelola kehidupan beragama di Indonesia dan memberi rasa aman bagi semua warga negara Indonesia.
Komnas Perempuan berpendapat bahwa SKB yang mendua – bahkan kontradiktif – ini adalah sebuah kemunduran serius dalam proses reformasi di Indonesia karena justru memunculkan kerancuan dan ketidakpastian tentang komitmen lembaga-lembaga penyelenggara Pemerintah dan institusi ketidakpastian tentang komitmen lembaga-lembaga penyelenggara Pemerintah dan institusi penegakan hukum untuk menjamin kebebasan setiap warga negara dalam beragama dan beribadat, sesuai UUD Negara RI Tahun 1945. SKB ini menunjukkan betapa rentannya Pemerintah RI terhadap intimidasi oleh golongan ekstrim yang menggunakan simbol-simbol agama dalam berpolitik. SKB ini telah menciptakan sebuah preseden buruk dalam cara Pemerintah berpolitik dan dalam penegakan HAM di Indonesia. Komnas Perempuan khawatir bahwa komunitas Ahmadiyah hanyalah korban pertama dari pola berpolitik ini dan akan berpotensi muncul korban-korban lain dari berbagai ragam kelompok minoritas yang sama-sama hidup di bumi Indonesia dari generasi ke generasi.
Pemantauan Komnas Perempuan di Jawa Barat dan NTB menunjukkan bahwa kaum perempuan menanggung beban tersendiri akibat persekusi sistematik terhadap komunitas Ahmadiyah. Mereka mengalami diskriminasi yang berlapis, baik sebagai anggota komunitasnya maupun sebagai perempuan. Secara spesifik, hak-hak perempuan Ahmadiyah yang dilanggar mencakup hak untuk bebas dari kekerasan berbasis gender, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas penghidupan yang layak, dan hak atas kesehatan reproduksi. Anak-anak Ahmadiyah juga mengalami pelanggaran HAM, khususnya hak untuk bebas dari diskriminasi dan hak atas pendidikan. Bahkan para pembela hak atas kebebasan beragama yang tidak berasal dari komunitas Ahmadiyah juga menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan karena perjuangannya. (Lihat Laporan Komans Perempuan, "Perempuan dan Anak Ahmadiyah: Korban Diskriminasi Berlapis," 2008).
Komnas Perempuan menghimbau agar lembaga-lembaga negara dan segenap masyarakat – termasuk media – bersikap tegas untuk menolak segala bentuk permainan politik yang memperalat agama untuk kepentingan pertarungan kekuasaan oleh golongan-golongan tertentu. Dalam konteks inilah Komnas Perempuan meminta kepada Presiden RI untuk mencabut kembali SKB Ahmadiyah.
Komnas Perempuan berpendapat bahwa SKB yang mendua – bahkan kontradiktif – ini adalah sebuah kemunduran serius dalam proses reformasi di Indonesia karena justru memunculkan kerancuan dan ketidakpastian tentang komitmen lembaga-lembaga penyelenggara Pemerintah dan institusi ketidakpastian tentang komitmen lembaga-lembaga penyelenggara Pemerintah dan institusi penegakan hukum untuk menjamin kebebasan setiap warga negara dalam beragama dan beribadat, sesuai UUD Negara RI Tahun 1945. SKB ini menunjukkan betapa rentannya Pemerintah RI terhadap intimidasi oleh golongan ekstrim yang menggunakan simbol-simbol agama dalam berpolitik. SKB ini telah menciptakan sebuah preseden buruk dalam cara Pemerintah berpolitik dan dalam penegakan HAM di Indonesia. Komnas Perempuan khawatir bahwa komunitas Ahmadiyah hanyalah korban pertama dari pola berpolitik ini dan akan berpotensi muncul korban-korban lain dari berbagai ragam kelompok minoritas yang sama-sama hidup di bumi Indonesia dari generasi ke generasi.
Pemantauan Komnas Perempuan di Jawa Barat dan NTB menunjukkan bahwa kaum perempuan menanggung beban tersendiri akibat persekusi sistematik terhadap komunitas Ahmadiyah. Mereka mengalami diskriminasi yang berlapis, baik sebagai anggota komunitasnya maupun sebagai perempuan. Secara spesifik, hak-hak perempuan Ahmadiyah yang dilanggar mencakup hak untuk bebas dari kekerasan berbasis gender, hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas penghidupan yang layak, dan hak atas kesehatan reproduksi. Anak-anak Ahmadiyah juga mengalami pelanggaran HAM, khususnya hak untuk bebas dari diskriminasi dan hak atas pendidikan. Bahkan para pembela hak atas kebebasan beragama yang tidak berasal dari komunitas Ahmadiyah juga menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan karena perjuangannya. (Lihat Laporan Komans Perempuan, "Perempuan dan Anak Ahmadiyah: Korban Diskriminasi Berlapis," 2008).
Komnas Perempuan menghimbau agar lembaga-lembaga negara dan segenap masyarakat – termasuk media – bersikap tegas untuk menolak segala bentuk permainan politik yang memperalat agama untuk kepentingan pertarungan kekuasaan oleh golongan-golongan tertentu. Dalam konteks inilah Komnas Perempuan meminta kepada Presiden RI untuk mencabut kembali SKB Ahmadiyah.
Lihat di halaman asli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.