“Itulah bedanya antara mewajibkan dengan melindungi, dalam hal pemberlakuan hukum agama,” ungkap Mahfud saat menjadi narasumber Konferensi Tokoh Agama Indonesian Conference Religion & Peace “Meneguhkan Kebebasan Beragama di Indonesia” pada Senin (5/10) di Wisma Serba Guna, Istora Senayan, Jakarta.
Dalam kesempatan itu Mahfud juga menyinggung masalah perda syariah yang dibuat berdasarkan kekuatan mayoritas di suatu tempat. Dijelaskannya, bila hal itu dibiarkan, nanti di tempat lain bisa membuat perda sendiri sesuai agama mayoritas daerah tersebut. Ia mencontohkan, orang Aceh akan membuat perda syariah karena mayoritas penduduknya Islam.
“Maka di Bali, orang harus boleh membuat perda sesuai hukum Hindu, karena mayoritas penduduknya beragama Hindu,” tambahnya.
Namun Mahfud tetap menilai munculnya perda semacam itu bertentangan dengan prinsip kesatuan ideologi dan teritori. Oleh karena itu, menurutnya, hal itu tidak benar bila dilihat dari prinsip penuntun hukum. Prinsipnya, keberadaan hukum-hukum seperti itu tidak diperbolehkan.
Konferensi Tokoh Agama yang berlangsung dua hari itu, juga menampilkan narasumber MM Billah yang mantan Komisioner Komnas HAM, dan beberapa narasumber lainnya. (Nano Tresna A.)
>> Baca di laman aseli <<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih untuk komentar anda yang bertanggung jawab.