Selasa, 25 Desember 2007
Sifat Al-Hakim Allah Swt (II)
===============================
Ikhtisar Khutbah Jumah Hazrat Khalifatul Masih V Atba
21 Desember 2007, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK
===============================
Huzur menyampaikan Khutbah Jumah tentang sifat Al Hakim Allah Swt berdasarkan ayat 130 Surah Al Baqarah, yang terjemahannya sebagai berikut:
'And our Lord, raise among them a Messenger from among themselves, who may recite to them Thy Signs and teach them the Book and Wisdom and may purify them; surely, Thou art the Mighty, the Wise.' (2:130)
Huzur bersabda, beliau telah menyinggung ayat ini pada Khutbah Id (Idul Adha) kemarin, berkaitan dengan semangat pengorbanan yang tinggi dari Hadhrat Ibrahim a.s., yang telah memanjatkan doa ini kepada Allah, dalam upaya memohon agar Allah Swt memberi karunia seorang nabi besar, dari antara anak cucu keturunan beliau a.s.
Huzur bersabda, doa Hadrat Ibrahim a.s. tersebut adalah permohonan datangnya seorang nabi yang mampu menanamkan 4 (empat) aspek keluhuran rohani, yang sebelumnya belum pernah ada, ataupun jika sudah ada, tidak cukup memadai untuk skala yang luas. Hal ini dikarenakan otak dan rohani manusia pada saat itu belum mencapai taraf yang istimewa, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Swt. Namun Hadhrat Ibrahim a.s. memiliki pandangan jauh ke depan dan kedalaman rohani - sudah berdoa - bahwa manakala Allah telah berkehendak agar intelektual dan spiritual manusia maju demi kesempurnaan kemanusiaannya, maka untuk itulah diperlukan seorang utusan Tuhan yang datang dari antara kaum beliau, yang akan menyajikan berbagai aspek keimanan yang baru untuk memenuhi dahaga rohani mereka. Sehingga menyadarkan mereka akan keberadaan Allah yang memberi mereka ajaran Shariat terakhir.
4 (empat) aspek keluhuran rohani yang dibawa oleh nabi besar tersebut adalah: (1) membacakan atau memperlihatkan Tanda-tanda keberadaan Allah; (2) mengajarkan Kitabullah, (3) sekaligus dengan hikmahnya, yang mampu (4) mensucikan kaum di mana nabi tersebut di utus dan juga generasi-generasi yang akan datang sesudahnya (kaum Akhirin) hingga Hari Kiamat; Lihatlah, betapa ayat ini menegaskan, bahwa Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, mampu menciptakan seorang manusia yang paling sempurna dan memberinya hikmah ilmu rohani yang tinggi.
Hadhrat Ibrahim a.s. berdoa, pengabulan atas pengorbanannya hendaknya berupa seorang nabi besar yang dilahirkan dari keturunan anak cucu beliau (dari garis Ismail a.s., dengan 4 (empat) sifat utama tersebut, sekaligus dengan contoh nyatanya yang istimewa. Permohonan doa beliau tersebut dinyatakan di dalam ayat Surah Al Baqarah, yang pengabulannya pun di dalam Surah yang sama, ayat 152, bahwa nabi yang dimaksud tersebut niscaya segera akan datang.
Namun, di dalam ayat 3 Surah Al Jummah (62:3) diulang kembali topik masalah di dalam (Surah Al Baqarah) 2:130, tersebut. Akan tetapi ke-empat macam aspek yang diminta di dalam Surah 2:130 dan Surah 2:152 tampak seperti tidak berurutan. Inilah kehendak Allah Swt. Para pengritik mengajukan keberatan, bahwa Alquran menyajikan sesuatu yang tidak beraturan. Padahal, justru mereka-lah yang tidak mampu mendalami ilmu Alquran, yang tidak dapat diperoleh tanpa adanya kesucian hati. Hadhrat Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah agar diberi seorang nabi yang akan membacakan Tanda-tanda Allah, mengajar [Kitabullah], memberi hikmah, dan mensucikan. Akan tetapi, ketika Allah Swt mengabulkan doa tersebut, Dia menyatakan, (di dalam 2:152) bahwa Dia mengutus Nabi tersebut sesuai dengan doa yang diminta. Yakni, pertama-pertama adalah membacakan Tanda-tanda Allah. Akan tetapi, aspek daya mensucikannya menjadi lebih awal dibandingkan dengan doa yang diajukan di dalam Surah 2:130. Perubahan urutan ini menunjukkan hikmah yang sangat mendalam, yang akan beliau jelaskan di lain kesempatan. Untuk sekarang ini, beliau akan menjelaskan 4 (empat) macam aspek yang dikehendaki dari Nabi tersebut.
Pertama, adalah membacakan Tanda-tanda (Ayah) Allah kepada manusia. Menurut berbagai kamus Bahasa Arab (lexicons) "Ayah" artinya 'Tanda-tanda', 'mukjizat', peringatan', dan 'potongan/bagian'. Maksudnya, ajaran nabi tersebut akan menunjukkan Tanda-tanda dan atau mukjizat yang akan menimbulkan kembali keimanan manusia kepada Allah.
Dalam kaitannya dengan arti "Ayah" sebagai 'bagian' atau bentuk jamaknya 'bagian-bagian atau potongan-potongan'; maksudnya ajaran nabi tersebut akan turun sebagian demi sebagian (berdikit-dikit). Hal ini telah dijelaskan di dalam Surah 2:152; sehingga hal ini saja sudah menunjukkan salah satu Tanda kebenaran-Nya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah mengemukakan turunnya wahyu Alqur'an yang berdikit-dikit (di dalam Surah 17:107 dan Surah 25:33) sebagai Tanda khas Allah Swt. Kitabullah Alqur'an diwahyukan dalam rentang waktu selama 23 (dua puluh tiga) tahun sebagai tanda bukti kebenarannya. Karena dalam rentang waktu tersebut itulah justru Nabi tersebut (Rasulullah Saw) mengalami berbagai penganiayaan berat, berperang untuk mempertahankan diri, menyelamatkan jiwa beliau. Hingga akhirnya Alquran selesai diwahyukan, dan Allah telah menyatakan bahwa ajaran Shariat ini sudah sempurna (Surah 5:4), tak ada satu pun berbagai usaha untuk membunuh beliau itu berhasil. Beliau wafat secara wajar.
Tambahan lagi, prasarana yang dimiliki generasi pada waktu tersebut belum memungkinkan untuk menerima wahyu Alquran sekaligus, melainkan harus berdikit-dikit. Akan tetapi, keimanan mereka sungguh telah menjadi sempurna, meskipun proses belajar-mengajar mereka masih terus dalam proses jalan yang panjang untuk mencapai ilmu dan pengetahuan yang modern. Akan tetapi kini, otak manusia telah jauh berkembang berkat adanya perkembangan ilmu dan pengetahuan. Contohnya adalah Dr. Abdus Salam almarhum, (seorang Ahmadi peraih Hadiah Nobel) yang selalu mengatakan, bahwa semua keberhasilan riset-experimen yang dilakukannya adalah berdasarkan ilham petunjuk dari ayat-ayat Alquran. Dengan meluasnya ilmu pengetahuan, manusia kini hendaknya dapat memahami keberadaan Tuhan dengan lebih baik, lebih berakal-budi. Pada zaman ketika Rasulullah Saw diutus, berbagai agama yang ada telah bercampur dengan kemusyrikan. Apa yang tampak seperti ajaran agama, kenyataannya telah melupakan Tuhan. Namun, keadaan zaman sekarang ini pun sama seperti itu, yang akan beliau bahas dalam beberapa Khutbah Jumah yang akan datang.
Ketika Hadhrat Ibrahim a.s. berdoa untuk maksud tersebut, beliau faham bahwa zaman itu niscaya akan datang; zaman yang lebih cemerlang dibandingkan zaman beliau. Oleh karena itu beliau pun memohon agar nabi tersebut datang dari kalangan anak keturunan beliau a.s. dengan berbagai bukti dan akal pikiran.
Membacakan ayat 70 Surah Al Ankabut (29:70) Huzur menerangkan, adalah Rasulullah Saw yang telah berhasil menunjukkan jalan lurus untuk mencapai Allah Swt. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, hal ini mengingatkan kita, untuk menghindari kekusutan rohani dengan pengetahuan, diperlukan daya upaya; yang untuk itu kita dikaruniai satu contoh model Rasulullah Saw, yang perlu kita ikuti. Bukan mengikuti apa yang disebut orang sebagai 'orang suci' ('Pirzada') yang nyatanya tidak menjalankan Syariat sesuai aturan, melainkan hanya membuat berbagai pendakwaan untuk memperkuat status mereka. Huzur bersabda, manakala Allah Swt telah memberi kita segala apa yang dibutuhkan, Dia pun telah menyertainya dengan berbagai bukti dan akal sehat. Maka selanjutnya kewajiban kita-lah untuk berdaya upaya meningkatkan taraf kerohanian diri – yang untuk itu tidak akan pernah bisa dicapai melalui apa yang disebut 'wali' atau 'orang suci'. Melainkan hanya dengan cara mengikuti jalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, lengkap dengan berbagai mukjizat dan Tanda-tanda yang beliau perlihatkan selama hidup. Para 'Pirzada' tidak mampu mengarahkan orang menuju kepada Tuhan. Justru Allah Taala sendirilah yang akan mendatangi orang yang menuju kepada-Nya, melalui Tanda-tanda dan petunjuk yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Menurut kamus lexicon, kata 'Ayah' pun dapat berarti pula hukuman. Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. menerangkan hal ini dengan merujuk kepada ayat di awal Khutbah ini, bahwa dengan kata 'ayah' ini Rasulullah Saw akan memberikan peringatan kepada kaumnya melalui kabar takut dan ancaman hukuman. Inilah mengapa sebabnya Alquran banyak mengemukakan berbagai peristiwa yang terkait dengan para rasul Allah terdahulu; sebagai peringatan bagi seluruh dunia, khususnya mereka yang beriman kepada Alquran. Hukuman Ilahi akan mendera mereka yang ikut campur dalam urusan Kehendak Ilahi. Menolak seorang Utusan Allah meskipun merupakan suatu kerugian besar boleh jadi tidak serta merta mengundang hukuman Tuhan; terkecuali apabila sudah melampaui batas dalam kata-kata maupun tindakannya. Semoga Allah memberi petunjuk kepada dunia seumumnya, dan semoga pula Dia mengaruniai kita pandangan dan kedalaman rohani yang benar terhadap ajaran Rasulullah Saw., sehingga kita dapat mencapai taraf yang disyaratkan untuk dapat bertemu dengan Allah Swt. Kemudian Huzur bersabda, akan menerangkan sisa topik masalah ini pada kesempatan yang akan datang.
transltByMMA/LA122207; Edited byMP.BudiR/MarkazJAI
Please note: Department of Tarbiyyat, Majlis Ansarullah USA takes full responsibility of anything that is not communicated properly in this message.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yes. Number 1! Hi, Budi Sahib! Kiyaa haal hein Aapkaa?
BalasHapusAapsee yeh aapkaa tarjim, Copy-kartaa hun-nah? Thik-hei?
Hwehehw...Sykryah, jzkmllh.ahsnl.jz....
;-)